Kenapa Mencari Kebahagiaan Malah Membuat Kita Tidak Bahagia?
- Handoko/Istimewa
Jakarta, WISATA - Kebahagiaan adalah salah satu pencarian terbesar dalam hidup manusia. Banyak dari kita berusaha keras untuk mencapainya—baik melalui pencapaian materi, hubungan pribadi, atau pengalaman hidup yang memuaskan. Namun, paradoks yang sering terjadi adalah semakin keras kita berusaha mencari kebahagiaan, semakin kita merasa tidak bahagia. Mengapa hal ini bisa terjadi? Artikel ini akan menguraikan mengapa pencarian kebahagiaan itu sendiri bisa menjadi penyebab ketidakbahagiaan.
1. Ekspektasi yang Tidak Realistis
Salah satu alasan utama mengapa pencarian kebahagiaan sering kali membuat kita merasa tidak bahagia adalah ekspektasi yang tidak realistis. Kita sering kali menganggap bahwa kebahagiaan adalah hasil dari pencapaian besar atau memiliki segala sesuatu yang kita inginkan. Ekspektasi yang tinggi ini sering kali membuat kita merasa gagal dan tidak puas, meskipun kita telah mencapai banyak hal.
Penelitian oleh Psychological Science menunjukkan bahwa semakin tinggi ekspektasi seseorang, semakin besar kemungkinan mereka merasa kecewa ketika realitas tidak memenuhi harapan tersebut. Ketika kita terus menerus mengejar standar yang tinggi, kita sering kali melewatkan kebahagiaan yang ada di sekitar kita saat ini.
2. Kebahagiaan sebagai Tujuan yang Tidak Pernah Tercapai
Kebahagiaan sering kali dipandang sebagai tujuan akhir yang harus dicapai, seperti sebuah pencapaian yang akan membawa kepuasan penuh. Namun, kebahagiaan sejati tidak selalu bekerja seperti itu. Menganggap kebahagiaan sebagai tujuan akhir yang harus dicapai membuat kita terus mengejar sesuatu yang tampaknya selalu di luar jangkauan kita.
Menurut Dan Gilbert, seorang psikolog dari Harvard, kebahagiaan sebenarnya bukanlah suatu keadaan akhir yang bisa dicapai dan dipertahankan. Sebaliknya, kebahagiaan lebih merupakan proses yang dinamis dan sering kali datang dari pengalaman sehari-hari dan cara kita memandang hidup.
3. Fokus pada Pencapaian Eksternal
Ketika kita terlalu fokus pada pencapaian eksternal—seperti kekayaan, status sosial, atau pengakuan—kita sering kali mengabaikan kebahagiaan internal. Meskipun pencapaian eksternal dapat memberikan kebahagiaan sementara, mereka sering kali tidak memberikan kepuasan jangka panjang.
Sebuah studi oleh University of California mengungkapkan bahwa pencapaian eksternal, seperti mendapatkan promosi pekerjaan atau membeli barang mahal, sering kali memberikan kebahagiaan yang bersifat sementara. Setelah efek awal menghilang, kita mungkin merasa kosong dan mulai mencari pencapaian baru untuk mendapatkan kembali rasa bahagia.
4. Perbandingan Sosial yang Berlebihan
Di era media sosial saat ini, kita sering kali terjebak dalam perbandingan sosial yang berlebihan. Melihat kesuksesan dan kebahagiaan orang lain di media sosial dapat membuat kita merasa tidak puas dengan kehidupan kita sendiri. Kita cenderung membandingkan diri dengan orang lain yang tampaknya lebih bahagia atau lebih sukses, tanpa menyadari bahwa apa yang kita lihat di media sosial sering kali merupakan versi yang sangat disaring dari kehidupan seseorang.
Menurut Social Psychological and Personality Science, perbandingan sosial yang terus-menerus dapat mengurangi rasa puas dan bahagia, karena kita sering kali merasa bahwa kita tidak memenuhi standar yang kita lihat di dunia maya.
5. Kecemasan Mengenai Masa Depan
Pencarian kebahagiaan sering kali disertai dengan kecemasan mengenai masa depan. Kita sering kali berpikir bahwa kebahagiaan akan datang ketika kita mencapai suatu tujuan atau mengatasi suatu masalah. Namun, terlalu fokus pada masa depan dan kekhawatiran tentang apa yang akan terjadi bisa menghalangi kita dari merasakan kebahagiaan saat ini.
Mindfulness atau kesadaran penuh mengajarkan kita untuk lebih fokus pada saat ini dan menerima apa adanya, tanpa terlalu khawatir tentang masa depan. Dengan menerapkan mindfulness, kita dapat mengurangi kecemasan yang menghambat kebahagiaan dan lebih menikmati momen saat ini.
6. Ketergantungan pada Faktor Eksternal
Salah satu alasan mengapa pencarian kebahagiaan sering kali tidak memuaskan adalah ketergantungan kita pada faktor eksternal. Ketika kita terlalu bergantung pada hal-hal luar—seperti orang lain, situasi, atau benda—untuk merasa bahagia, kita sering kali merasa tidak puas ketika faktor-faktor tersebut tidak memenuhi harapan kita.
Penelitian oleh American Psychological Association menunjukkan bahwa kebahagiaan yang bergantung pada faktor eksternal cenderung lebih rapuh dan kurang stabil dibandingkan dengan kebahagiaan yang berasal dari dalam diri sendiri. Belajar untuk menemukan kebahagiaan dalam diri sendiri dan mengurangi ketergantungan pada faktor eksternal dapat membantu kita merasa lebih bahagia secara konsisten.
7. Persepsi Negatif terhadap Kegagalan
Kegagalan sering kali dianggap sebagai halangan besar dalam pencarian kebahagiaan. Kita sering kali merasa tidak bahagia ketika menghadapi kegagalan atau kesulitan, karena kita melihatnya sebagai tanda bahwa kita tidak mencapai tujuan kita.
Namun, Carol Dweck, seorang psikolog dari Stanford, mengungkapkan bahwa memiliki pola pikir pertumbuhan—yaitu, melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang—dapat membantu kita mengatasi tantangan dengan lebih baik dan merasa lebih bahagia. Dengan mengubah cara pandang kita terhadap kegagalan, kita dapat meningkatkan kebahagiaan kita meskipun menghadapi rintangan.
Pencarian kebahagiaan tidak selalu berjalan mulus dan sering kali dapat membuat kita merasa tidak bahagia. Ekspektasi yang tidak realistis, fokus pada pencapaian eksternal, perbandingan sosial, kecemasan mengenai masa depan, ketergantungan pada faktor eksternal, dan persepsi negatif terhadap kegagalan adalah beberapa alasan mengapa pencarian kebahagiaan bisa menjadi kontraproduktif. Dengan memahami dan mengatasi faktor-faktor ini, kita dapat belajar untuk menemukan kebahagiaan dalam diri kita sendiri dan menikmati hidup dengan cara yang lebih memuaskan.