Socrates dan Pertanyaan Abadi: Apakah Jiwa Kita Benar-Benar Kekal?
- Image Creator/Handoko
Socrates berpendapat bahwa kita memiliki pengetahuan bawaan tentang konsep-konsep yang tidak kita pelajari selama hidup di dunia ini, seperti keadilan dan kesempurnaan. Pengetahuan ini, menurutnya, adalah bukti bahwa jiwa kita telah ada sebelum kita lahir ke dunia fisik. Dengan kata lain, jika jiwa telah ada sebelum kelahiran, maka jiwa juga akan terus ada setelah kematian.
Socrates juga mengajukan argumen bahwa jiwa adalah sesuatu yang sederhana dan tidak terbagi, sehingga tidak mungkin hancur seperti halnya tubuh fisik yang terdiri dari bagian-bagian yang terpisah. Jiwa, menurutnya, tidak bisa dihancurkan karena ia tidak terdiri dari unsur-unsur material yang bisa terurai. Karena itu, jiwa terus hidup meskipun tubuh telah mati.
Pertanyaan yang Terus Membayangi
Meskipun Socrates memberikan argumen-argumen filosofis yang meyakinkan tentang kekekalan jiwa, pertanyaan ini tetap menjadi misteri yang belum bisa dijawab secara pasti. Dalam filsafat modern, banyak yang mempertanyakan apakah argumen Socrates tentang kekekalan jiwa dapat dibuktikan secara ilmiah atau hanya berdasarkan kepercayaan semata.
Banyak filsuf setelah Socrates, seperti Plato dan Aristoteles, telah mengembangkan pandangan mereka sendiri tentang jiwa dan kekekalannya. Plato, misalnya, memperkuat gagasan bahwa jiwa itu abadi dan berpendapat bahwa jiwa manusia memiliki tiga bagian: akal, semangat, dan nafsu. Dia percaya bahwa bagian akal dari jiwa adalah yang paling mulia dan akan terus hidup setelah kematian.
Namun, di sisi lain, ada juga pandangan dari filsuf-filsuf skeptis yang menolak konsep jiwa kekal. Mereka berargumen bahwa tidak ada bukti empiris yang mendukung klaim tentang kehidupan setelah mati dan bahwa kesadaran dan jiwa hanyalah produk dari otak yang berhenti berfungsi setelah tubuh mati.
Apakah Jiwa Kekal? Perspektif Agama dan Sains