Pengadilan dan Kematian Socrates: Sebuah Kisah Tentang Keberanian Menghadapi Kebenaran
- Image Creator/Handoko
Selain itu, pengaruh Socrates terhadap murid-muridnya, termasuk tokoh-tokoh seperti Plato dan Alcibiades, menimbulkan kekhawatiran. Alcibiades, seorang murid yang kemudian menjadi jenderal Athena, terkenal karena pengkhianatannya selama Perang Peloponnesos, yang semakin memperburuk reputasi Socrates di mata masyarakat.
Pengadilan yang Kontroversial
Pengadilan Socrates berlangsung pada tahun 399 SM, dan ia menghadapi juri yang terdiri dari sekitar 500 warga Athena. Dalam pembelaannya, yang dikenal sebagai Apologia, Socrates tidak membela dirinya dengan cara yang konvensional. Alih-alih berusaha memenangkan simpati juri, ia tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsipnya. Ia menyatakan bahwa ia tidak pernah merusak moral pemuda, tetapi justru membantu mereka untuk berpikir kritis dan mencari kebenaran.
Socrates juga menyangkal tuduhan bahwa ia tidak menghormati dewa-dewa Athena. Menurutnya, tuduhan ini berasal dari kesalahpahaman tentang filsafatnya dan dialog yang sering ia lakukan dengan para pemuda Athena. Dalam Apologia, ia menekankan bahwa pencarian kebenaran dan kebijaksanaan adalah tugas yang diberikan kepadanya oleh dewa, dan bahwa ia tidak akan menghentikan pencarian ini, bahkan jika harus menghadapi hukuman mati.
Namun, juri tidak terkesan dengan pembelaan Socrates. Mereka akhirnya memutuskan bahwa Socrates bersalah atas tuduhan tersebut dan memvonisnya dengan hukuman mati.
Kematian Socrates
Hukuman mati Socrates dilakukan dengan cara yang relatif umum pada masa itu: ia dipaksa untuk meminum racun hemlock. Namun, cara Socrates menghadapi kematiannya membuat peristiwa ini begitu istimewa dan berkesan. Dalam dialog Plato yang berjudul Phaedo, digambarkan bagaimana Socrates dengan tenang dan tanpa takut menerima kematiannya.