Revolusi Akuakultur dengan Teknologi AI: eFishery Membantu Petambak Udang dan Ikan Indonesia
- Microsoft
Setengah dari makanan laut dunia sekarang berasal dari akuakultur. Pada tahun 2020, dari 178 juta ton makanan laut yang diproduksi secara global, 49 persen berasal dari akuakultur, menurut laporan FAO. Indonesia adalah produsen akuakultur terbesar ketiga di dunia, setelah China dan India, dengan pangsa global sebesar 7 persen.
Pemerintah Indonesia memiliki target ambisius untuk memperluas sektor ini lebih jauh. Namun, degradasi lingkungan menjadi masalah serius yang memerlukan metode pertanian yang lebih berkelanjutan.
eFishery, didirikan pada tahun 2013 oleh Gibran Huzaifah, bertujuan untuk memodernisasi budidaya ikan dan udang tradisional. Kini, eFishery melayani 200.000 petani dan bernilai $1,4 miliar USD. Perusahaan ini menawarkan pembiayaan untuk pakan dan infrastruktur, yang dibayar oleh pembudidaya setelah panen. Data dari eFeeder otomatis dan sistem pemantauan kualitas air disajikan dalam aplikasi eFarm untuk membantu pembudidaya memantau kondisi tambak mereka.
Tahun lalu, eFishery mulai menggunakan Azure IoT untuk mengumpulkan dan menganalisis data secara real time. Mas Ahya, yang dikembangkan menggunakan Azure OpenAI Service, memungkinkan pembudidaya mengakses data dan wawasan untuk memaksimalkan produksi.
Teknologi yang Mendukung Keberlanjutan
Di desa Paremono, satu jam dari Yogyakarta, Ira Nasihatul Husna dan suaminya, Purwanto, mengelola peternakan ikan nila. Tahun lalu, mereka memasang eFeeder dan monitor kualitas air yang terhubung ke aplikasi eFarm. Pemberian pakan yang lebih tepat dan merata telah mempersingkat waktu dari benih ke ukuran pasar dari empat menjadi tiga setengah bulan.
Pada bulan Februari, Ira mulai menggunakan Mas Ahya. Sekarang, dia dapat memeriksa kualitas air dan pakan kapan saja, di mana saja. Ketika dia bertanya tentang cara mengatasi jamur pada ikan nila, Mas Ahya memberikan solusi untuk menambahkan kapur tohor untuk mengurangi keasaman air.