"Stat Rosa Pristina Nomine": Refleksi Kehilangan dan Kenangan dalam "The Name of the Rose"
- Tangkapan layar
Filosofi di Balik Pembakaran Pustaka
Pembakaran pustaka di The Name of the Rose bukan sekadar peristiwa dramatis dalam cerita, tetapi juga mengandung makna filosofis yang mendalam. Eco menulis tentang ketegangan antara pengetahuan yang "terlarang" dan penguasa yang berusaha menghancurkan pengetahuan tersebut demi menjaga kekuasaan. Dalam cerita ini, rasionalitas dan logika dianggap sebagai ancaman terhadap dogma gereja yang menginginkan kontrol penuh atas pengetahuan umat manusia. Buku-buku yang berisi pemikiran yang lebih rasional dan ilmiah dianggap dapat mengguncang kekuasaan tersebut.
Pembakaran pustaka ini membawa kita pada kenyataan bahwa banyak sekali pengetahuan yang hilang dalam sejarah. Buku-buku yang hilang, ide-ide yang terkubur, semuanya hanya bisa kita kenang melalui nama dan tulisan. Namun, meskipun nama-nama itu masih bisa disebutkan, esensi dari pengetahuan tersebut hilang, seolah-olah hanya tersisa bayang-bayang yang tak terjangkau.
“Stat Rosa Pristina Nomine” dalam Konteks Kehilangan Budaya
Di luar konotasi yang berhubungan dengan pengetahuan yang hilang, kalimat ini juga membawa kita pada pemikiran tentang sejarah dan budaya manusia secara umum. Sejarah adalah cerita yang selalu ditulis ulang, dengan banyak bagian yang hilang atau terlupakan. Budaya, seni, dan warisan sering kali dipengaruhi oleh dinamika politik dan sosial yang ada, dan banyak kali, apa yang dianggap penting pada satu masa, bisa dihancurkan atau dilupakan oleh generasi berikutnya.
Rosa, dalam arti yang lebih luas, bisa dilihat sebagai simbol dari kebudayaan yang pernah ada tetapi kini telah hilang atau terdegradasi. Dalam dunia yang penuh dengan perubahan cepat, banyak hal yang dulu penting, sekarang hanya menjadi kenangan. Kalimat terakhir dalam novel ini memberikan gambaran tentang bagaimana manusia sering kali hanya bisa mengenang apa yang telah hilang, dan bagaimana kita kadang-kadang hanya bisa memegang “nama” dari hal-hal yang telah sirna.
Refleksi Sosial dan Filosofis dari Kalimat Terakhir