82% Milenial Singapura Lebih Pilih Melajang, Alasannya Bikin Kaget!
- Image Creator/Handoko
Singapura, WISATA - Sebuah survei terbaru yang dilakukan oleh Institute of Policy Studies (IPS) Singapura mengungkap fakta mengejutkan: 82% milenial Singapura berusia 21-34 tahun lebih memilih untuk melajang daripada menikah. Temuan ini menunjukkan pergeseran signifikan dalam norma sosial dan nilai-nilai keluarga di negara tersebut.
Survei ini dilakukan pada akhir tahun 2023 dan melibatkan 2.000 responden yang dipilih secara acak dari berbagai kelompok demografis. Hasilnya menunjukkan bahwa generasi muda Singapura semakin enggan untuk menikah dan membangun keluarga.
Alasan di Balik Fenomena Melajang
Survei IPS mengidentifikasi beberapa faktor utama yang mendorong tren ini, yaitu:
- Biaya Hidup yang Tinggi: Singapura terkenal sebagai salah satu negara termahal di dunia. Biaya hidup yang tinggi, terutama terkait dengan perumahan dan pendidikan, menjadi beban finansial yang signifikan bagi banyak milenial. Hal ini membuat mereka ragu untuk menikah dan membangun keluarga.
- Fokus pada Karir: Generasi milenial Singapura sangat ambisius dan fokus pada pengembangan karir mereka. Mereka ingin mencapai stabilitas finansial dan kesuksesan profesional sebelum menikah. Hal ini seringkali membutuhkan waktu dan komitmen yang besar, sehingga mereka menunda pernikahan.
- Perubahan Norma Sosial: Pandangan tentang pernikahan dan keluarga telah berubah secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Generasi milenial Singapura lebih individualistik dan tidak merasa tertekan untuk mengikuti tradisi pernikahan. Mereka lebih memilih untuk fokus pada kebahagiaan dan kesejahteraan diri mereka sendiri.
- Ketersediaan Pilihan Hidup yang Lebih Beragam: Generasi milenial Singapura memiliki lebih banyak pilihan hidup daripada generasi sebelumnya. Mereka dapat memilih untuk tinggal bersama pasangan tanpa menikah, fokus pada karir dan pengembangan diri, atau mengejar minat dan hobi mereka.
Dampak Tren Melajang
Tren melajang ini dapat berdampak signifikan pada masa depan Singapura. Tingkat kelahiran yang rendah dapat menyebabkan populasi yang menua dan menyusut, yang dapat membebani sistem jaminan sosial dan ekonomi negara. Hal ini juga dapat menyebabkan kekurangan tenaga kerja di beberapa sektor.