Alergi Politik, Apa, Mengapa, dan Seberapa Berbahaya ?

Kotak Suara (ilustrasi)
Sumber :
  • Pexels

Malang, WISATA - Alergi politik merupakan fenomena yang semakin meningkat di Indonesia dan tingkat global. Menurut survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2022, sebanyak 67,4% responden menyatakan bahwa mereka tidak tertarik dengan politik. Survei yang sama juga menunjukkan bahwa hanya 32,6% responden yang percaya bahwa politik dapat mengubah keadaan.

Georg Wilhelm Friedrich Hegel: "Kebebasan Bukanlah Sebuah Keadaan, Melainkan Sebuah Proses"

Ada beberapa alasan mengapa seseorang bisa alergi politik. Secara umum, alergi politik dapat diartikan sebagai sikap apatis atau bahkan antipati terhadap dunia politik. Orang yang alergi politik biasanya tidak tertarik untuk mengikuti perkembangan politik, tidak percaya bahwa politik dapat mengubah keadaan, atau bahkan merasa bahwa politik hanya akan memperburuk keadaan.

Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap meningkatnya alergi politik di Indonesia. Faktor-faktor tersebut antara lain: Korupsi dan ketidakadilan, Kompleksitas politik, Keterlibatan politik yang terbatas dan Ketidakpercayaan terhadap politisi

Socrates vs. Kaum Sofis: Kritik Pedas dan Pengakuan Kontribusi dalam Sejarah Filsafat

Semua Karena Keputusan Politik

Sepiring nasi, sekerat daging, sepotong tempe, dan satu sendok sambal  yang ada di meja makan adalah hasil keputusan politik. Para politisi lah yang menetapkan kebijakan-kebijakan tentang bagaimana produk-produk tersebut dihasilkan dan sampai bisa tersaji di meja makan.

Kekuasaan dan Moralitas: Mengapa Orang Baik Jarang Ingin Berkuasa?

Berikut adalah beberapa contoh kebijakan politik yang terkait dengan ketersediaan makanan:

·        Subsidi pupuk dan obat-obatan. Subsidi pupuk dan obat-obatan membantu petani untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Hal ini dapat berkontribusi terhadap peningkatan ketersediaan pangan.

Halaman Selanjutnya
img_title