Bagaimana FOMO Membentuk Tren Budaya Pop di Indonesia: Dari Boneka Hingga Wisata Populer

Gaya Hidup YOLO, FOMO dan FOPO
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Namun, ada tantangan di balik fenomena ini. Overcrowding di destinasi populer sering kali menjadi masalah, seperti yang terjadi di Labuan Bajo dan kawasan Bromo. Pemerintah setempat pun mulai mengatur jumlah pengunjung untuk menjaga keberlanjutan.

Teori Abraham Maslow: Mengapa Hierarki Kebutuhan Masih Relevan di Era Digital?

Pengaruh Media Sosial dan Kekuatan Konten Viral

Media sosial memainkan peran kunci dalam menyebarkan tren FOMO. Algoritma platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter dirancang untuk memprioritaskan konten yang paling banyak menarik perhatian. Akibatnya, konten yang viral dapat menjangkau jutaan orang dalam hitungan jam.

Mengapa Buku Ryan Holiday, Ego Is the Enemy, Wajib Dibaca di Era Digital yang Penuh Tantangan?

Sebuah studi oleh Hootsuite mencatat bahwa 87% pengguna media sosial di Indonesia pernah membeli atau mengunjungi sesuatu karena terpengaruh konten viral. Contoh terbaru adalah tren kopi dalgona yang sempat viral selama pandemi, diikuti dengan munculnya tempat-tempat kopi estetik yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan foto Instagram.

FOMO dan Konsumerisme Digital

Wisata Ramadan di Indonesia: Keindahan dan Keberagaman Tanpa Konflik, Seru Banget!

Dalam dunia digital, FOMO sering kali dikaitkan dengan promosi kilat seperti "flash sale" atau penawaran eksklusif. Platform e-commerce seperti Shopee dan Lazada sering memanfaatkan konsep ini untuk mendorong penjualan. Flash sale yang menawarkan produk dengan diskon besar dalam waktu terbatas menciptakan rasa urgensi yang memicu pembelian impulsif.

Menurut data dari Bank Indonesia, transaksi e-commerce di Indonesia mencapai Rp500 triliun pada tahun 2023, dengan 25% di antaranya berasal dari promosi kilat. Fenomena ini mencerminkan bagaimana FOMO dapat memengaruhi keputusan belanja masyarakat.

Halaman Selanjutnya
img_title