Sofisme dalam Politik Kontemporer: Membongkar Strategi Komunikasi Populis di Era Digital

Sofisme dalam Politik Kontemporer
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Di era digital yang serba cepat ini, politik mengalami transformasi signifikan dalam cara komunikasi dan interaksi dengan publik. Salah satu fenomena yang menonjol adalah penggunaan sofisme dalam strategi komunikasi populis. Sofisme, yang berakar dari tradisi Yunani Kuno, kini menemukan relevansinya kembali dalam politik kontemporer, terutama dengan dukungan teknologi digital.

Hegel dan Dialektika: Bagaimana Konsep Tesis, Antitesis, dan Sintesis Membentuk Dunia

Apa Itu Sofisme?

Sofisme berasal dari kata Yunani "sophos" yang berarti bijaksana. Pada abad ke-5 SM, kaum Sofis dikenal sebagai guru retorika yang mengajarkan seni persuasi dan argumentasi. Mereka menekankan bahwa kebenaran bersifat relatif dan dapat dibentuk sesuai dengan konteks dan tujuan tertentu. Namun, pendekatan ini sering dikritik karena dianggap mengaburkan kebenaran demi kemenangan argumen.

Georg Wilhelm Friedrich Hegel: Dialektika Idealisme yang Mengubah Wajah Filsafat Modern

Sofisme dan Populisme: Sebuah Kolaborasi Strategis

Populisme adalah pendekatan politik yang mengklaim mewakili "rakyat biasa" dan menentang "elit" yang dianggap korup atau tidak peduli dengan kepentingan publik. Dalam upaya menarik dukungan massa, politisi populis sering menggunakan strategi komunikasi yang mirip dengan sofisme, yaitu:

De Brevitate Vitae Karya Seneca: Filosofi Hidup yang Fenomenal dan Inspiratif

1.     Retorika Emosional: Menggunakan bahasa yang membangkitkan emosi untuk mempengaruhi opini publik.

2.     Simplifikasi Isu Kompleks: Menyederhanakan masalah yang rumit menjadi narasi yang mudah dipahami, meskipun mungkin mengabaikan detail penting.

Halaman Selanjutnya
img_title