Skandal Korupsi Impor Gula Tom Lembong: Dampak dan Reaksi Publik
- IG/tomlembong
Jakarta, WISATA – Pada 29 Oktober 2024, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL), yang lebih dikenal sebagai Tom Lembong, sebagai tersangka dalam kasus korupsi impor gula pada tahun 2015. Kasus ini menarik perhatian publik karena kerugian negara yang diakibatkan diperkirakan mencapai Rp 400 miliar.
Reaksi publik terhadap skandal korupsi Tom Lembong tersebut cukup beragam. Beberapa orang merasa kecewa dan marah karena kasus ini menunjukkan adanya tindak pidana korupsi di tingkat pemerintahan. Ada juga yang merasa bahwa Tom Lembong, yang dulu dikenal sebagai tokoh yang berperan penting dalam kampanye politik dan ekonomi, telah melanggar kepercayaan publik. Sementara beberapa netizen di Tiktok mengkritik Tom Lembong, menganggapnya sebagai koruptor yang telah merugikan negara. Ada juga netizen yang memuji Kejaksaan Agung atas tindakan tegasnya dalam menangani kasus ini.
Kasus ini bermula pada 12 Mei 2015, saat rapat koordinasi antar kementerian menyimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula dan tidak memerlukan impor. Namun, meskipun keputusan tersebut, Tom Lembong tetap memberikan izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP, sebuah perusahaan swasta1. Izin ini kemudian diolah menjadi gula kristal putih, yang seharusnya hanya diperoleh oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kejagung menyatakan bahwa izin impor tersebut dikeluarkan tanpa melalui rapat koordinasi dengan kementerian terkait atau meminta rekomendasi kebutuhan riil gula dalam negeri. Akibat tindakan ini, negara mengalami kerugian besar karena harga gula impor dijual langsung ke masyarakat dengan harga yang lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) saat itu.
Selain Tom Lembong, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) berinisial CS juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Kedua tersangka tersebut akan ditahan selama 20 hari di rumah tahanan Salemba.
Tom Lembong sendiri mengakui keterlibatannya dalam kasus ini dan menyatakan bahwa ia menyerahkan seluruh proses hukum kepada Tuhan. Meskipun demikian, kasus ini menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengambilan keputusan pemerintah, terutama dalam hal kebijakan ekonomi yang dapat berdampak besar pada negara.