Sektor Manufaktur Juni 2024 Masih Menunjukkan Kinerja Positif, Namun Ada Tanda-Tanda Perlambatan

Febri Hendri Antoni Arif
Sumber :
  • Kementerian Perindustrian

 

IKI Agustus 2024 Stabil, Namun Pelemahan Produksi Ancam Pertumbuhan Industri

Jakarta, WISATA - Sektor manufaktur pada bulan Juni 2024 masih menunjukkan kinerja positif dengan ekspansi Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur sebesar 50,7, yang bertahan selama 34 bulan berturut-turut.

“Hingga Juni 2024, Alhamdulillah sektor manufaktur masih menunjukkan kinerja yang positif. Kami mengucapkan terima kasih atas kerja keras para pelaku industri yang terus mempertahankan produktivitas dan menjaga harapan bisnisnya untuk 12 bulan mendatang, terutama dalam kondisi bisnis yang dipengaruhi oleh perlambatan permintaan saat ini,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, di Jakarta, Senin (1/7).

Ancaman Pelemahan Daya Beli Bayangi Pertumbuhan Industri Pengolahan di Indonesia

Tanda-Tanda Perlambatan Pertumbuhan

Febri menyoroti laporan S&P Global yang menyebutkan bahwa pertumbuhan sektor manufaktur kehilangan momentum pada Juni 2024. Hal ini disebabkan oleh kenaikan yang lebih lambat pada output, permintaan baru, dan penjualan. Kondisi ini juga memengaruhi kepercayaan diri terhadap output 12 bulan mendatang, yang tidak bergerak dari posisi terendah seperti bulan Mei lalu dan salah satu yang terendah dalam catatan.

Kinerja Ekspor-Impor Industri Pengolahan Non-Migas Semester Pertama Stabil Meski Penuh Tantangan

“Sektor industri saat ini memang sudah masuk ke kondisi mengkhawatirkan. Para pelaku industri menurun optimismenya terhadap perkembangan bisnis mendatang. Hal ini dipengaruhi oleh melemahnya pertumbuhan pesanan baru yang dipengaruhi oleh kondisi pasar, restriksi perdagangan di negara lain, juga regulasi yang kurang mendukung,” papar Febri.

Pengaruh Regulasi Impor

Regulasi yang dimaksud, menurut Febri, adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Peraturan tersebut merelaksasi impor barang-barang dari luar negeri yang sejenis dengan produk-produk yang dihasilkan di dalam negeri. Hal ini menyebabkan turunnya optimisme para pelaku industri, yang berpengaruh pada penurunan PMI.

“Tidak seperti sebagian negara peers yang mengalami kenaikan PMI manufaktur, di Indonesia turun cukup dalam. Perlu adanya penyesuaian kebijakan untuk mendongkrak kembali optimisme dari pelaku Industri,” tegas Jubir Kemenperin.

Perlunya Penyesuaian Kebijakan

Penyesuaian kebijakan yang diperlukan antara lain mengembalikan pengaturan impor ke Permendag No. 36 Tahun 2023, serta pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk sejumlah komoditas.

Negara-negara manufaktur global seperti Tiongkok, India, Taiwan, Korea Selatan, Thailand, dan Vietnam mengalami kenaikan ekspansi. Di wilayah ASEAN, PMI manufaktur Thailand naik dari 50,3 pada Mei 2024 menjadi 51,7 pada Juni 2024, sedangkan Vietnam naik tajam dari 50,3 pada Mei 2024 menjadi 54,7 pada Juni 2024.

Fenomena PHK dan Banjir Produk Impor

Kondisi darurat yang dialami industri manufaktur dapat dilihat dari fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang disebabkan penurunan permintaan pasar global dan membanjirnya produk impor yang ‘dilempar’ ke pasar dalam negeri akibat restriksi perdagangan oleh negara-negara lain. Menurut Febri, apabila Indonesia tidak menerapkan peraturan terkait hal tersebut, produk-produk impor akan semakin membanjiri pasar dan memukul mundur produk-produk dalam negeri.

Para pelaku industri juga menyatakan perlunya penyesuaian peraturan yang saat ini berjalan. Kompartemen Sumber Daya Manusia Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Harrison Silaen menyampaikan bahwa pemerintah perlu memiliki arah yang jelas untuk menangani masalah industri tekstil jika menganggap industri tersebut penting. Saat ini, pengusaha lokal sulit bersaing dengan produk tekstil yang masuk dengan masif.

Peringatan dari S&P Global

Economics Director S&P Global Market Intelligence, Trevor Balchin, menyampaikan bahwa PMI masih bertahan di atas tren rata-rata jangka panjang, namun perkiraan Indeks Output Masa Depan tidak bergerak dari posisi pada bulan Mei dan merupakan bagian dari yang terendah dalam rekor. Hal ini menggambarkan kekurangan perekrutan pada bulan Juni, dan penurunan pertama pada penumpukan pekerjaan dalam tujuh bulan. Arah pergerakan menunjukkan penurunan drastis pada permintaan baru di awal semester kedua tahun ini, yang merupakan kontraksi kedua sejak pertengahan 2021.

“Peringatan dini dari ekonom S&P ini harus kita antisipasi agar Indonesia tidak lagi kehilangan momentum peningkatan pertumbuhan sektor manufaktur sebagaimana negara industri dunia lainnya,” pungkas Febri.

Untuk mendukung perkembangan ekonomi, teknologi, dan dunia digital, ajang Indonesia Internet Expo and Summit 2024 dalam Indonesia Teknologi and Innovation (INTI-2024) akan menjadi platform yang tepat untuk melihat inovasi terbaru dalam bidang teknologi dan internet. INTI adalah pameran dan konferensi terkait teknologi dan inovasi terbesar di Indonesia. Ikuti dan daftarkan diri Anda untuk mendapatkan informasi terbaru dan berpartisipasi  dalam acara tersebut https://inti.asia/

Sumber:

Kementerian Perindustrian, S&P Global