YOGYAKARTA: Ada Jejak Pangeran Diponegoro di Tegalrejo, Yuk ke Museum Biar Tahu Sejarah Indonesia
- tegalrejokec.jogjakota.go.id
dan mahir dalam bidang hukum Islam-Jawa.
Kedekatannya dengan sang kakek, yakni Sri Sultan Hamengku Buwono I dan sang eyang, Gusti Kangjeng Ratu Tegalrejo, menjadikannya sebagai pribadi yang luhur dan memiliki wawasan keagamaan yang lebih luas, dibandingkan mengurusi persoalan pemerintah keraton.
Kedekatannya ini, juga menjadikan Pangeran Diponegoro lebih memilih tinggal di Tegalrejo dengan kakeknya, dari pada di dalam keraton.
Pangeran Diponegoro mulai menunjukan ketertarikannya dengan urusan pemerintah keraton, sejak dirinya ditunjuk sebagai salah satu anggota perwalian yang mendampingi Sultan Hamengku Buwono V - yang ketika itu - berusia tiga tahun.
Hadirnya kendali dari Belanda melalui campur tangan Residen Belanda pada pemerintahan keraton, menjadi awal keikutsertaan beliau dalam pemerintahan Keraton Ngayogyakarta.
Kondisi ini diperparah dengan dikeluarkannya dekrit Van der Capellen pada 6 Mei 1823, yang isinya menyatakan, bahwa semua tanah yang disewa oleh orang Eropa dan/atau Tionghoa wajib dikembalikan kepada pemiliknya, selambat-lambatnya per 31 Januari 1824.
Pangeran Diponegoro dengan kedudukan dan kekuasaannya pun, akhirnya memutuskan untuk membatalkan Pajak Puwasa agar petani - khususnya yang berada di Tegalrejo - dapat membeli makanan dan senjata untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.