Belanda Kewalahan: Bagaimana Pemerintah Kolonial Gagal Menekan Perlawanan
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA - Artikel ini ditulis berdasarkan dokumen berjudul Gedenkschrift van den oorlog op Java, 1825-1830, yang merupakan terjemahan dari bahasa Prancis ke bahasa Belanda oleh Letnan Kolonel H. M. Lange. Buku ini adalah laporan mengenai Perang Jawa (1825-1830) yang ditulis oleh Jhr. F. V. A. Ridder de Stuers, seorang perwira militer Belanda yang berpartisipasi dalam konflik tersebut. Buku ini mengisahkan Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro melawan pemerintahan kolonial Belanda. Artikel ini merupakan bagian dari serial yang telah direncanakan, dan kali ini kita akan membahas bagaimana Belanda gagal dalam upayanya untuk menekan perlawanan Pangeran Diponegoro pada tahap awal Perang Jawa.
Perang yang Tidak Pernah Diprediksi Belanda
Ketika Perang Jawa pecah pada Juli 1825, pemerintah kolonial Belanda awalnya menganggap bahwa konflik ini hanyalah pemberontakan kecil yang bisa segera dipadamkan dalam hitungan bulan. Mereka tidak pernah menyangka bahwa perang ini akan berlangsung selama lima tahun dan menguras sumber daya mereka secara besar-besaran.
Dengan keunggulan militer yang lebih modern, Belanda berpikir bahwa mereka bisa dengan mudah menghancurkan perlawanan yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Namun, dalam kenyataannya, mereka justru menghadapi salah satu perang paling sulit dan mahal dalam sejarah kolonial mereka.
Lalu, bagaimana Belanda bisa begitu kewalahan menghadapi perlawanan Diponegoro? Apa saja kesalahan strategi yang membuat mereka gagal menekan pemberontakan?
1. Strategi Militer Konvensional yang Tidak Efektif
Belanda Mengandalkan Pertempuran Terbuka
Sejak awal, Belanda menerapkan strategi militer yang bersifat konvensional, yaitu perang terbuka dengan formasi pasukan yang terstruktur dan pertempuran di medan yang luas. Namun, strategi ini tidak cocok untuk menghadapi taktik gerilya yang digunakan oleh Diponegoro.