Meng Jiangnu dan Air Matanya: Cinta yang Menggerakkan Tembok Raksasa
- Wikipedia
Perjalanan Panjang Penuh Air Mata
Meng Jiangnu memulai perjalanannya dengan tekad dan kesetiaan. Ia menempuh ribuan li (satuan jarak tradisional Tiongkok), melintasi sungai, pegunungan, dan gurun, tanpa transportasi atau perlindungan. Ia hanya membawa bekal seadanya dan harapan di hatinya. Perjalanan itu tidak mudah, namun cinta mendorong langkahnya.
Sesampainya di lokasi pembangunan Tembok Besar, ia disambut oleh kenyataan pahit: suaminya telah meninggal karena kelelahan dan kelaparan, dan jasadnya dikubur bersama ribuan pekerja lain di bawah fondasi tembok.
Mendengar kabar kematian suaminya, Meng Jiangnu menangis dengan pilu di kaki Tembok Besar. Air matanya tak kunjung kering, isak tangisnya begitu dalam hingga, menurut legenda, bagian dari tembok tempat ia menangis runtuh dengan sendirinya. Saat itulah jasad suaminya muncul ke permukaan, seolah menjawab seruan cinta yang tak pernah padam.
Kisah ini menjadi simbol kuat bahwa cinta sejati mampu menggoyahkan kekuasaan dan menembus dinding sekuat apa pun—baik fisik maupun sosial. Tembok yang dirancang untuk menahan musuh, justru runtuh oleh kekuatan batin seorang perempuan.
Tembok Besar China
- Wikipedia