Lebaran Ketupat 2025: Perpaduan Budaya, Agama, dan Kuliner dalam Satu Sajian
- Cuplikan Layar
Malang, WISATA - Artikel berikut ini laporan khusus terkait Lebaran Ketupat, yang pada lebaran tahun 2025 ini akan jatuh pada tanggal 7 April 2025. Lebaran Ketupat adalah tradisi unik yang berkembang terutama di Jawa dan telah menjadi bagian penting dari perayaan Idul Fitri di Indonesia. Tradisi ini merupakan perpaduan antara nilai budaya, keagamaan, dan kekayaan kuliner yang telah mengakar sejak lama. Melalui tradisi ini, masyarakat tidak hanya merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa, tetapi juga meneguhkan tali silaturahmi dan mempererat rasa kebersamaan. Artikel ini mengulas bagaimana Lebaran Ketupat menjadi simbol perpaduan budaya, agama, dan kuliner dalam satu sajian yang kaya makna dan cita rasa.
Sejarah dan Asal Usul Tradisi Lebaran Ketupat
Tradisi pembuatan dan penyajian ketupat pada momen Lebaran telah ada sejak zaman dahulu kala. Menurut sejarah, tradisi ini diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga, salah satu tokoh Wali Songo yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa. Dengan pendekatan budaya yang ramah dan akomodatif, Sunan Kalijaga memperkenalkan ketupat sebagai media dakwah yang mudah dipahami oleh masyarakat Jawa.
Pada masa itu, terdapat dua istilah yang dikenalkan, yaitu Bakda Lebaran dan Bakda Kupat. Bakda Lebaran merujuk pada perayaan silaturahmi dan saling memaafkan yang dilakukan segera setelah shalat Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal. Sedangkan Bakda Kupat atau Lebaran Ketupat dilaksanakan satu minggu setelah Idul Fitri, tepatnya pada hari ke-7 atau ke-8 Syawal. Tradisi ini dimaksudkan sebagai penutup rangkaian ibadah puasa dan sebagai simbol harapan untuk memulai hari baru dengan hati yang bersih dan pikiran yang jernih.
Perpaduan Budaya dan Agama dalam Tradisi Ketupat
Lebaran Ketupat merupakan contoh sempurna bagaimana budaya lokal dan ajaran agama Islam dapat berintegrasi secara harmonis. Di satu sisi, tradisi ini menyatukan nilai-nilai keagamaan, seperti pengakuan dosa dan permohonan maaf, dengan kearifan lokal yang telah ada sejak sebelum kedatangan Islam di Nusantara.
Dalam bahasa Jawa, istilah "ngaku lepat" yang berarti mengakui kesalahan, sering dikaitkan dengan makna pembuatan ketupat. Anyaman daun kelapa yang melilit nasi mengandung filosofi bahwa setiap individu harus menyadari kekurangannya dan bersedia memperbaiki diri. Proses pengukusan ketupat yang menghasilkan nasi padat dan berwarna putih merupakan simbol kesucian dan harapan untuk mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Dengan demikian, tradisi ini mengajarkan umat Islam untuk selalu introspeksi diri dan memulai lembaran baru setelah menjalani ibadah puasa.