BANYUWANGI: Usaha Anyaman Atap Ilalang Menggeliat Karena Terdampak Pariwisata
- banyuwangikab.go.id
Banyuwangi, WISATA – Terus menggeliatnya sektor pariwisata di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur membawa dampak positif bagi sektor lainnya.
Menjamurnya kafe, resto, dan homestay tradisional, membawa berkah tersendiri bagi usaha anyaman atap ilalang.
Salah satunya, adalah milik Budi Hartono, warga Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah.
Dari tangan kreatif Budi, tanaman liar ilalang (Imperata cylindrica) bisa menjadi pundi ekonomi.
Budi bahkan mempekerjakan belasan warga setempat untuk membuat anyaman atap tradisional.
Kisah sukses Budi berawal, ketika menerima pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan rokok di Kabupaten Malang.
Sebelumnya, Budi telah bekerja di pabrik rokok hampir dua tahun.
"Saya akhirnya pulang dan mencoba untuk mencari ide untuk mendapat penghasilan dengan cara lain," kata Budi kepada Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani di sela program Bupati Ngantor di Desa (Bunga Desa), Selasa (17/9/2024).
Setelah di-PHK, Budi sempat pontang-panting mencari penghasilan.
Sempat juga bekerja di konter pulsa selama menganggur.
Hingga akhirnya, ia secara tidak sengaja menemukan ide untuk membuat anyaman atap berbahan ilalang kering.
Awalnya, ide membuat anyaman atap berbahan ilalang, bukan bertujuan untuk mencari uang.
Ia dan beberapa temannya punya ide untuk memugar makam Mbah Semi di Kelurahan Mojopanggung, Kecamatan Giri.
Mbah Semi dikenal sebagai tokoh penari gandrung perempuan pertama di Banyuwangi.
Setelah pemugaran makam rampung, Budi lantas punya ide untuk memproduksi anyaman atap ilalang untuk dijual.
Apalagi tren kafe, resto, dan homestay tradisional tengah menjamur di Banyuwangi.
"Akhirnya kami tawarkan ke beberapa pengusaha kafe dan ternyata mereka tertarik. Saat itu tahun 2019," lanjut Budi.
Tak disangka, minat terhadap atap anyaman ilalang cukup besar.
Tidak berapa lama, Budi mendapat pesanan banyak dari salah satu kafe dan homestay di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah.
"Saat itu dapat pesanan terbanyak pertama, sekitar enam ribu lembar," tuturnya.
Untuk memenuhi pesanan tersebut, Budi mengajak belasan warga sekitar tempat tinggalnya untuk bekerja.
Hingga saat ini, 15 warga ikut bekerja bersama Budi untuk membuat kerajinan tersebut.
Lambat laun, pesanan anyaman atap ilalang terus berdatangan, baik dari Banyuwangi maupun luar kota, seperti Jember, Surabaya, hingga Bali.
Bahkan, Budi sempat mendapat tawaran dari pembeli untuk dikirim ke luar negeri.
"Tapi saya belum bisa menyanggupi karena keterbatasan bahan baku," sambungnya.
Ilalang memang terbilang rumput liar yang banyak tak termanfaatkan.
Namun, nyatanya, Budi sempat mengalami kesulitan untuk menemukan tumbuhan tersebut, terutama saat musim kemarau.
Seiring bergulirnya waktu, Budi mulai menemukan trik agar bisa berproduksi sepanjang waktu.
Dia menyetok sebanyak mungkin ilalang saat musim hujan.
Tak sanggup untuk mencari sendiri, ia mengajak warga untuk mencari rumput di tempat-tempat ilalang tumbuh.
"Sekarang ilalang banyak ditemukan di lahan kosong daerah-daerah perumahan. Kami beli dari pencari rumput," ujar Budi.
Budi menjual anyaman atap ilalang buatannya yang berukuran 2,5 meter x 1,5 meter seharga Rp15 ribu per lembar.
Harga bisa lebih murah apabila pembeli memesan dalam jumlah banyak.
Bupati Ipuk mengapresiasi ide bisnis yang dijalankan Budi dan warga lainnya.
Menurut Ipuk, bagi Banyuwangi, pariwisata merupakan payung besar untuk menumbuhkan sektor ekonomi turunan lainnya.
"Ini ide yang kreatif. Bersamaan dengan pariwisata Banyuwangi yang terus berkembang, pasar dari anyaman atap ilalang ini sangat menjanjikan," ujar Ipuk.
Menurut Ipuk banyak pengusaha kafe-resto dan homestay yang saat ini mengangkat tema natural dan tradisional.
Kerajinan buatan Budi bisa terus berkembang dengan menyasar pasar tersebut.
(Sumber: banyuwangikab.go.id)