Gaya Hidup Berburu dan Meramu pada Zaman Prasejarah

Gambar Bison di Gua Prasejarah
Sumber :
  • Instagram/behindthetrowel

Malang, WISATA – Gaya hidup berburu dan meramu, sebuah cara subsisten yang menonjol pada zaman prasejarah, mewakili sistem sosio-ekonomi kuno yang dipraktikkan oleh populasi manusia sebelum munculnya pertanian dan peradaban menetap

Metode Analisis Memberikan Wawasan Baru Mengenai Dampak Pertanian terhadap Penurunan Jumlah Serangga

Berakar pada prinsip mencari makan dan perolehan sumber daya, cara hidup ini mencakup gaya hidup yang terdesentralisasi dan nomaden yang ditandai dengan ketergantungan pada aktivitas berburu, memancing, dan meramu untuk mempertahankan makanan penting dan memenuhi beragam kebutuhan kelompok kecil yang berbasis kekerabatan.

‘Berburu dan meramu’ adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan strategi subsisten dan cara hidup yang diadopsi oleh masyarakat manusia pada zaman prasejarah. Ini melibatkan pengumpulan sumber daya tanaman liar dan perburuan hewan liar untuk mendapatkan makanan.

Memberi Makan Dunia tanpa Merusak Alam: Keseimbangan Kompleks dalam Pertanian

Istilah ini juga terkadang digunakan sebagai “pemburu-pengumpul-nelayan” atau “berburu-meramu-menyimpan”.

Asal usul gaya hidup berburu dan meramu dapat ditelusuri kembali ke periode p, yang juga dikenal sebagai Zaman Batu Tua. Selama rentang waktu yang sangat lama ini, yang mencakup jutaan tahun, spesies manusia purba mulai berevolusi dari yang awalnya herbivora menjadi memasukkan protein hewani ke dalam makanan mereka. Pemanfaatan peralatan, seperti batu tajam dan perkakas dari tulang, memungkinkan peningkatan teknik berburu dan menyembelih, sehingga meningkatkan kemampuan untuk mengeksploitasi sumber daya hewan secara efisien.

Ternyata, Tanaman 'Menjerit' Kesakitan Saat Dipanen, Apa yang Sebenarnya Mereka Katakan?

Pada periode Paleolitikum, manusia bersifat nomaden, mengikuti kawanan hewan dan berpindah ke daerah yang kaya akan tumbuhan yang dapat dimakan. Perilaku nomaden ini penting bagi kelangsungan hidup mereka karena memungkinkan mereka menghindari pengurasan sumber daya lokal dan beradaptasi dengan perubahan kondisi lingkungan. Mobilitas difasilitasi oleh barang-barang yang ringan dan portabel, sehingga memungkinkan relokasi yang cepat dan meminimalkan dampak ekologisnya terhadap wilayah tertentu.

Periode Mesolitikum, sering disebut sebagai Zaman Batu Tengah, menyaksikan kemajuan lebih lanjut dalam gaya hidup berburu dan meramu. Manusia mengembangkan peralatan yang lebih canggih, seperti mikrolit, yaitu serpihan batu kecil yang digunakan sebagai mata panah dan bilah. Alat-alat ini sangat meningkatkan kemampuan mereka berburu, berkontribusi terhadap peningkatan efisiensi dan tingkat keberhasilan dalam memperoleh sumber daya makanan.

Seiring berjalannya periode Mesolitikum, komunitas berburu dan meramu mulai mengeksploitasi lingkungan yang lebih luas, termasuk wilayah pesisir dan lembah sungai. Daerah pesisir menawarkan sumber daya laut yang berlimpah, seperti ikan, kerang dan burung laut, sedangkan lembah sungai memberikan peluang untuk penangkapan ikan air tawar dan mengumpulkan tanaman liar. Ekspansi ke ekosistem yang beragam ini memungkinkan para pemburu dan peramu untuk mendiversifikasi makanan mereka dan mengeksploitasi sumber daya spesifik yang ditawarkan setiap lingkungan.

Dengan dimulainya periode Neolitikum, terjadi perubahan signifikan seiring peralihan beberapa komunitas manusia dari gaya hidup berburu dan meramu ke praktik pertanian awal. Pergeseran ini menandai dimulainya revolusi pertanian, yang mengarah pada berkembangnya komunitas pertanian menetap. Namun, penting untuk dicatat bahwa masyarakat pemburu-peramu terus bertahan sepanjang Neolitikum dan bahkan hingga Zaman Perunggu dan Besi berikutnya.

Masyarakat masa berburu dan meramu pada zaman prasejarah menunjukkan beberapa ciri yang membedakan.

1. Egalitarianisme: Masyarakat pemburu dan peramu seringkali tidak memiliki hierarki sosial yang kaku dan menunjukkan distribusi sumber daya dan kekuasaan yang relatif egaliter. Keputusan dibuat secara kolektif dan peran kepemimpinan seringkali bersifat sementara dan didasarkan pada keterampilan dan pengetahuan individu

2. Komunitas skala kecil: Kelompok pemburu dan peramu cenderung berukuran kecil, terdiri dari unit keluarga besar atau kelompok individu yang berkerabat dekat. Struktur sosial ini memfasilitasi kerja sama dan pembagian sumber daya dalam kelompok.

3. Basis penghidupan yang luas: Pemburu dan peramu bergantung pada beragam sumber makanan, termasuk berburu mamalia, memancing, mengumpulkan tumbuhan liar dan bahkan konsumsi serangga. Pendekatan subsisten yang terdiversifikasi ini mengurangi risiko kekurangan pangan dan meningkatkan ketahanan terhadap fluktuasi lingkungan

4. Tradisi lisan dan transmisi pengetahuan: Karena tidak adanya sistem tulisan, masyarakat masa berburu dan meramu sangat bergantung pada tradisi lisan untuk menyebarkan pengetahuan dari generasi ke generasi. Hal ini mencakup pengetahuan tentang teknik berburu, identifikasi tumbuhan dan navigasi di lingkungannya

5. Praktik budaya yang fleksibel dan adaptif: Para pemburu dan peramu mengembangkan serangkaian praktik budaya fleksibel yang memungkinkan mereka beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan. Mereka memiliki pemahaman yang mendalam tentang lingkungan sekitar mereka dan menggunakan pendekatan trial-and-error untuk menemukan strategi efektif untuk bertahan hidup

6. Kepemilikan materi yang terbatas: Para pemburu dan peramu memiliki tingkat kepemilikan materi yang relatif rendah, karena gaya hidup nomaden mereka mengharuskan mereka mudah dibawa. Peralatan dan sumber daya dipilih dengan cermat dan digunakan secara efisien, memastikan beban minimal selama pergerakan

7. Mobilitas: Pemburu dan peramu biasanya bersifat nomaden atau semi-nomaden, bergerak sebagai respons terhadap perubahan musim dan ketersediaan sumber daya

Dalam masyarakat prasejarah, perburuan memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup dan kelangsungan hidup kelompok masa berburu dan meramu. Keberhasilan berburu sangat bergantung pada teknik dan peralatan yang digunakan manusia purba. Tujuan utama perburuan adalah untuk mengamankan sumber makanan dan menjamin kelangsungan hidup masyarakat. Masa berburu dan meramu zaman prasejarah menggunakan berbagai strategi dan alat, beradaptasi dengan lingkungan dan spesies mangsa yang berbeda.

Salah satu teknik berburu yang umum digunakan oleh masyarakat prasejarah adalah “berburu dengan ketekunan”. Hal ini melibatkan pengejaran mangsa dalam jarak jauh hingga hewan tersebut kelelahan dan dapat dengan mudah ditangkap. “Perburuan yang gigih” membutuhkan ketahanan fisik dan keterampilan melacak yang tinggi. Teknik lain yang digunakan oleh pemburu-pengumpul adalah “perburuan penyergapan”. Ini melibatkan menyembunyikan atau menyamarkan diri untuk mengejutkan mangsanya dan berhasil membunuh.

Alat yang digunakan untuk berburu bervariasi tergantung pada periode waktu dan wilayah geografis. Pada zaman prasejarah awal, pemburu hanya menggunakan peralatan genggam sederhana seperti tombak, lembing dan tongkat lempar. Peralatan ini dibuat dari bahan seperti kayu, tulang, atau batu dan efektif untuk serangan jarak dekat. Seiring kemajuan masyarakat prasejarah, mereka mulai mengembangkan alat-alat yang lebih canggih, seperti atlatl (pelempar tombak) serta busur dan anak panah. Inovasi-inovasi ini memungkinkan akurasi dan jangkauan yang lebih besar, memungkinkan pemburu untuk memangsa mangsanya dari jarak yang lebih aman.

Penggunaan alat berburu tidak hanya sebatas senjata saja. Pemburu dan peramu zaman prasejarah juga menggunakan perangkap untuk menangkap hewan buruan yang lebih kecil. Perangkap, misalnya, digali ke dalam tanah dan disembunyikan dengan dahan atau dedaunan. Begitu seekor hewan jatuh ke dalam lubang, akan lebih mudah untuk dibunuh dan diambil kembali. Metode perangkap umum lainnya adalah dengan membuat jaring atau kandang untuk menjerat atau mengurung hewan, sehingga lebih mudah ditangkap.

Kelompok pemburu-peramu pada zaman prasejarah bersifat nomaden, terus berpindah-pindah mencari sumber makanan dan lingkungan yang sesuai. Oleh karena itu, pola hunian dan permukiman mereka disesuaikan dengan gaya hidup berpindah-pindah ini. Tempat perlindungan para pemburu-pengumpul prasejarah seringkali bersifat sementara dan dirancang untuk perakitan dan pembongkaran yang cepat