John Sellars: Ketika “Cukup” Adalah Bentuk Tertinggi dari Kesuksesan
- Cuplikan layar
Malang, WISATA – “Kesuksesan tidak selalu berarti lebih banyak; kadang, berarti cukup.” Pernyataan tajam dan menenangkan dari John Sellars, filsuf kontemporer sekaligus penulis Lessons in Stoicism, menjadi pengingat penting di era modern yang begitu terobsesi dengan pencapaian, angka, dan pengakuan. Dalam dunia yang terus mendorong kita untuk memiliki lebih—lebih kaya, lebih terkenal, lebih sibuk—Stoikisme menawarkan alternatif yang menenangkan: cukup itu sudah luar biasa.
John Sellars adalah salah satu tokoh terkemuka dalam kebangkitan minat terhadap Stoikisme modern. Melalui bukunya yang laris dan wawancaranya di berbagai media internasional, ia menghidupkan kembali nilai-nilai kuno dari para filsuf seperti Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius. Namun, yang menjadikan Sellars menonjol adalah kemampuannya menyederhanakan filosofi itu agar aplikatif dalam kehidupan sehari-hari masyarakat masa kini.
Arti “Cukup” dalam Kacamata Stoikisme
Filsafat Stoik tidak mengajarkan kita untuk menolak kesuksesan atau kekayaan. Sebaliknya, ia mengajarkan untuk tidak bergantung padanya. Menurut Sellars, kesuksesan sejati bukanlah soal seberapa banyak yang kita miliki, melainkan seberapa baik kita hidup sejalan dengan nilai-nilai kita dan merasa cukup dengan apa yang sudah kita punya.
“Cukup” dalam Stoikisme bukan sinonim dari pasrah. Ia adalah bentuk tertinggi dari pengendalian diri dan kejernihan batin. Ketika seseorang dapat berkata, “Aku sudah cukup,” itu berarti ia telah melampaui godaan eksternal dan mendasarkan kebahagiaannya pada hal-hal yang stabil dan tak tergoyahkan: kebajikan, integritas, dan ketenangan jiwa.
Melawan Budaya ‘Never Enough’
Di era digital dan media sosial, kita hidup dalam budaya perbandingan. Orang dinilai dari jumlah pengikut, kendaraan mewah, gaya hidup glamor, dan pencapaian yang terus diumbar. Banyak orang mengejar “lebih” tanpa henti, namun tetap merasa kosong.
John Sellars mengingatkan, bahwa kondisi ini justru menjauhkan kita dari kedamaian. “Kesuksesan tidak harus berarti lebih banyak. Kadang, berarti cukup—cukup sehat, cukup bijak, cukup jujur pada diri sendiri,” katanya.
Konsep ini sejalan dengan ajaran Marcus Aurelius yang menyatakan bahwa kehidupan yang sederhana, dijalani dengan tujuan dan prinsip, jauh lebih berharga dibandingkan hidup mewah yang hampa makna.
Panduan Stoik Menuju Rasa “Cukup”
Berikut beberapa wawasan dari John Sellars dan prinsip Stoikisme yang bisa membantu kita merangkul makna “cukup”:
1. Latih Rasa Syukur – Fokus pada apa yang sudah dimiliki, bukan pada apa yang belum ada. Stoikisme menganjurkan untuk menghargai yang sedikit, agar ketika kehilangan pun tidak merasa hancur.
2. Redefinisi Kesuksesan – Ukur kesuksesan dari dalam: Apakah kita hidup sesuai nilai kita? Apakah kita tenang? Apakah kita punya hubungan yang sehat?
3. Batasi Keinginan yang Tidak Perlu – Dalam Stoikisme, keinginan yang tak terkendali adalah akar penderitaan. Dengan membatasi keinginan, kita mendekatkan diri pada rasa cukup.
4. Praktikkan Refleksi Harian – Tinjau kembali hari yang telah dilalui: Apakah saya menghabiskan waktu dengan bijak? Apakah saya hidup sejalan dengan prinsip saya?
5. Jangan Tergantung pada Pengakuan Luar – Validasi sejati datang dari diri sendiri, bukan dari pujian atau pengakuan orang lain.
Relevansi di Dunia Modern
Bagi generasi masa kini yang terus dibanjiri target-target tidak realistis, John Sellars menawarkan jalan alternatif. Kesuksesan bukan soal memiliki lebih dari orang lain, tetapi tentang menjadi damai dengan diri sendiri. Ketika seseorang merasa cukup, ia tidak mudah goyah, tidak tertekan oleh perbandingan, dan tidak mudah dimanipulasi oleh dorongan konsumerisme.
Filsafat Stoik bukan ajaran kuno yang usang, tetapi justru bisa menjadi penangkal stres modern. Ia menawarkan kejelasan di tengah kebisingan, dan keteguhan hati di tengah arus perubahan yang cepat.
Penutup: Filosofi yang Meneduhkan
Kutipan John Sellars tentang “cukup” bukan hanya pernyataan filosofis, tetapi seruan moral untuk menata ulang definisi kesuksesan. Ia mengajak kita berhenti sejenak, bertanya, dan menimbang kembali: Apakah kita benar-benar bahagia atau hanya sibuk mengejar validasi?
Di dunia yang terus menuntut lebih, suara tenang Stoikisme membawa kita pulang pada nilai-nilai mendasar: kesederhanaan, kejujuran, dan keseimbangan batin. Dan mungkin, itu adalah bentuk kesuksesan sejati.