Mengapa Socrates Tidak Pernah Menulis Buku? Ini Filosofi di Baliknya

Malang, WISATA- Jika Anda mencari karya tulis yang langsung ditulis oleh Socrates, Anda tidak akan menemukannya. Tidak seperti filsuf besar lainnya yang menuliskan pemikirannya dalam buku-buku tebal, Socrates justru dikenal sebagai filsuf yang tidak pernah menulis satu buku pun sepanjang hidupnya. Namun, mengapa demikian? Apakah karena ia tidak memiliki gagasan yang cukup penting untuk dibukukan? Atau ada filosofi mendalam di balik keputusannya itu?

Pertanyaan ini menarik, terutama karena pengaruh Socrates begitu besar dalam sejarah filsafat dunia. Ajarannya bahkan menjadi fondasi pemikiran bagi murid-murid besarnya seperti Plato dan Xenophon, yang kemudian menuliskan dialog-dialog yang memperkenalkan pandangan Socrates kepada dunia.

Filsuf Tanpa Pena: Pilihan atau Keengganan?

Socrates hidup pada abad ke-5 SM di Athena, Yunani. Ia dikenal sebagai seorang pemikir yang tidak tertarik pada kekuasaan, kekayaan, atau ketenaran. Sebaliknya, ia memilih untuk hidup sederhana dan mengabdikan waktunya untuk berdialog dengan siapa pun yang ditemuinya di jalanan, pasar, atau tempat umum lainnya.

Socrates sengaja tidak menulis. Bukan karena ia tidak mampu, tetapi karena ia percaya bahwa kebenaran tidak bisa dipindahkan begitu saja ke dalam kata-kata tertulis. Ia meyakini bahwa tulisan membekukan pemikiran dan membuat orang terjebak dalam ilusi pemahaman.

Bagi Socrates, belajar adalah proses aktif yang hanya bisa terjadi melalui percakapan langsung, melalui pertanyaan-pertanyaan yang menantang, dan melalui refleksi mendalam yang muncul dari dialog.

Metode Dialektika: Berpikir Lewat Pertanyaan

Halaman Selanjutnya

Salah satu ciri khas ajaran Socrates adalah metode dialektika, yaitu seni bertanya. Dalam metode ini, Socrates tidak memberi jawaban langsung, melainkan mengajukan serangkaian pertanyaan yang membuat lawan bicaranya berpikir, merenung, dan akhirnya menyadari kesalahan atau kelemahan dalam pandangannya sendiri.