Mengapa Ajaran Marcus Aurelius Semakin Populer di Dunia Modern?

Marcus Aurelius Tokoh Populer Stoicism
Sumber :
  • Image Creator bing/Handoko

Jakarta, WISATA - Di tengah hiruk-pikuk dunia modern yang penuh tekanan, ketidakpastian, dan informasi tanpa henti, nama Marcus Aurelius justru kembali mengemuka. Padahal, ia hidup lebih dari 1800 tahun lalu sebagai Kaisar Romawi dan filsuf Stoik. Buku catatan pribadinya yang terkenal, Meditations, kini menjelma menjadi bacaan wajib bagi banyak orang di seluruh dunia yang mencari makna, ketenangan, dan arah hidup di tengah zaman yang serba cepat.

Dunia Kacau? Ini Cara Ryan Holiday Tetap Waras dan Fokus – Strategi Stoikisme untuk Bertahan di Era Penuh Tekanan

Mengapa ajaran Marcus Aurelius justru semakin relevan dan populer saat ini? Apa yang membuat pemikiran seorang kaisar kuno menarik bagi generasi masa kini? Artikel ini mengajak Anda menelusuri jawaban di balik kebangkitan Stoikisme dan pengaruh mendalam dari pemikiran Marcus Aurelius.

1.     Dunia Modern yang Penuh Kecemasan

Kehidupan Sederhana, Jiwa yang Damai: Rahasia Ryan Holiday Menemukan Ketenteraman di Dunia yang Bising

Saat ini, kita hidup dalam dunia yang terhubung 24 jam non-stop. Media sosial, tuntutan kerja, krisis global, perubahan iklim, dan tekanan untuk “selalu produktif” membuat banyak orang merasa kewalahan. Kecemasan dan stres menjadi epidemi baru. Dalam kondisi seperti ini, ajaran Marcus Aurelius hadir sebagai obat mujarab.

Stoikisme mengajarkan untuk membedakan antara hal yang bisa kita kendalikan dan yang tidak. “You have power over your mind — not outside events. Realize this, and you will find strength,” tulis Marcus. Ajaran ini menjadi jawaban sederhana namun mendalam di tengah dunia yang terus berubah.

Ryan Holiday: “Kita Tidak Butuh Lebih Banyak, Kita Butuh Lebih Sadar” – Pelajaran untuk Hidup Lebih Tenang dan Bermakna

2.     Panduan Hidup Praktis dan Sederhana

Tidak seperti filsafat yang rumit dan teoritis, ajaran Marcus Aurelius sangat praktis dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ia menulis catatan untuk dirinya sendiri—pengingat untuk tetap tenang saat menghadapi kemarahan, kehilangan, rasa sakit, atau keegoisan.

Contohnya, saat menghadapi orang yang menyebalkan, Marcus menulis: “When you wake up in the morning, tell yourself: The people I deal with today will be meddling, ungrateful, arrogant, dishonest...” — bukan sebagai keluhan, tetapi sebagai pengingat untuk tetap sabar dan berbuat baik tanpa membiarkan perilaku buruk orang lain menguasai diri kita.

3.     Kebijaksanaan Abadi yang Melampaui Zaman

Meskipun ditulis dalam konteks Kekaisaran Romawi, pemikiran Marcus Aurelius ternyata bersifat universal. Nilai-nilainya tetap relevan: menerima kenyataan, hidup sederhana, menjaga kendali diri, bekerja dengan niat baik, dan menghormati sesama. Filosofi ini bisa diterapkan oleh siapa pun—apakah Anda seorang manajer di kota besar, guru di desa, mahasiswa yang cemas akan masa depan, atau orang tua yang sedang menghadapi tantangan kehidupan keluarga.

4.     Kebangkitan Minat pada Kesehatan Mental

Di era modern, kesadaran akan pentingnya kesehatan mental semakin tinggi. Banyak orang mencari jalan untuk menenangkan pikiran, mengurangi stres, dan menemukan arti hidup. Di sinilah Stoikisme dan Marcus Aurelius menawarkan pandangan yang sehat dan konstruktif.

Stoikisme mengajarkan bahwa emosi negatif tidak perlu dihindari, tapi harus dipahami dan dikelola. Marcus berkata, “If you are distressed by anything external, the pain is not due to the thing itself, but to your estimate of it.”

5.     Didukung Tokoh Populer dan Media Sosial

Banyak tokoh publik, penulis, atlet, hingga wirausahawan sukses mengutip Marcus Aurelius sebagai inspirasi. Nama-nama seperti Tim Ferriss, Ryan Holiday, dan bahkan tokoh-tokoh Silicon Valley menjadikan Stoikisme sebagai dasar berpikir dan bertindak. Buku-buku seperti “The Obstacle is the Way” atau “Daily Stoic” turut menghidupkan kembali popularitas ajaran Marcus.

Di media sosial, kutipan-kutipan Marcus Aurelius dibagikan secara luas dalam bentuk carousel Instagram, video TikTok, hingga podcast. Banyak orang muda yang terinspirasi untuk membaca Meditations dan mulai menerapkan prinsip Stoik dalam keseharian mereka.

6.     Spirit Hidup Berkesadaran dan Berintegritas

Marcus Aurelius mengingatkan kita untuk hidup dengan integritas dan kehormatan, bahkan saat tidak ada yang melihat. Ia menulis, “Waste no more time arguing about what a good man should be. Be one.” Dalam dunia yang sering kali menilai seseorang dari tampilan luar atau jumlah pengikut, ajaran ini menjadi penyeimbang yang sangat dibutuhkan.

7.     Kembali ke Esensi Hidup yang Sederhana

Marcus Aurelius menekankan bahwa hidup yang bahagia tidak memerlukan banyak hal. “Very little is needed to make a happy life; it is all within yourself, in your way of thinking.” Pesan ini sangat kontras dengan budaya konsumtif zaman sekarang, di mana kebahagiaan sering dikaitkan dengan barang, status, dan validasi eksternal.

Dengan membaca Marcus, banyak orang merasa "diingatkan kembali" bahwa yang terpenting adalah pikiran yang jernih, hati yang tulus, dan tindakan yang bermakna.

8.     Kesadaran Akan Kefanaan

Salah satu tema sentral dalam ajaran Marcus adalah memento mori—ingatlah bahwa kamu akan mati. Bagi sebagian orang ini terdengar muram, tapi sebenarnya ini adalah pengingat untuk hidup sepenuhnya.

“Do not act as if you were going to live ten thousand years. Death hangs over you. While you live, while it is in your power, be good.”

Ajaran ini mengajak kita untuk tidak menunda-nunda kebaikan, tidak tenggelam dalam hal-hal sepele, dan menjalani hidup dengan niat terbaik.

Penutup: Marcus Aurelius di Era Digital

Di zaman serba cepat dan penuh tekanan ini, banyak orang mencari kebijaksanaan yang membumi dan membebaskan. Ajaran Marcus Aurelius hadir tidak sebagai dogma, tapi sebagai teman yang bijak—seorang kaisar yang menulis untuk menenangkan jiwanya sendiri, dan dalam prosesnya, membantu jutaan orang menemukan arah di tengah kekacauan.

Mungkin inilah mengapa Marcus Aurelius semakin populer: karena di balik gelar dan sejarahnya, ia tetap manusia—yang jujur, rapuh, bijak, dan berusaha menjadi lebih baik hari demi hari. Dan seperti kita, ia pun terus belajar menghadapi hidup, satu hari pada satu waktu.