Rahasia Bahagia Ala Marcus Aurelius: Hidup Sesuai dengan Alam

Marcus Aurelius
Sumber :
  • Cuplikan layar

Jakarta, WISATA - Di tengah hiruk pikuk zaman modern yang penuh tekanan, tuntutan sosial, dan perubahan cepat, semakin banyak orang mencari cara untuk hidup lebih damai dan bermakna. Salah satu tokoh filsuf besar yang menawarkan kunci kebahagiaan abadi adalah Marcus Aurelius, seorang kaisar Romawi yang juga dikenal sebagai pemikir Stoik klasik. Salah satu ajaran terpenting darinya adalah hidup selaras dengan alam — sebuah prinsip yang sederhana namun sangat mendalam dalam maknanya.

Seneca: Hidup yang Baik Bukan Soal Panjang, Tapi Soal Makna

Apa maksud Marcus Aurelius ketika ia berkata bahwa rahasia hidup bahagia adalah “hidup sesuai dengan alam”? Apakah itu berarti kita harus tinggal di hutan atau meninggalkan teknologi? Tentu tidak. Mari kita telaah makna filosofis di balik ajaran ini dan mengapa ia tetap relevan, bahkan semakin penting, dalam kehidupan modern saat ini.

Hidup Sesuai Alam: Kembali ke Hakikat Manusia

Seneca: Memiliki Tak Lagi Menyenangkan Jika Tak Dibagikan

Dalam filsafat Stoik, alam (nature) tidak hanya merujuk pada pohon, sungai, atau gunung, tetapi juga pada hukum alam semesta dan sifat dasar manusia itu sendiri. Bagi Marcus Aurelius, hidup sesuai dengan alam berarti hidup sesuai dengan akal budi, keadilan, keberanian, dan pengendalian diri — kualitas alami yang membedakan manusia dari makhluk lain.

Ia menulis dalam catatan pribadinya, Meditations: “Selaraskan hidupmu dengan alam; hidup yang dijalani secara rasional, adil, dan bijak adalah hidup yang benar.” Inilah panduan Stoik yang memberi arah untuk menjalani kehidupan yang tenang dan bermakna.

Seneca: Kebesaran Manusia Tidak Diukur dari Apa yang Dimilikinya

Kebahagiaan Bukan di Luar, Tapi dari Dalam

Banyak orang hari ini mengejar kebahagiaan lewat hal-hal eksternal: karier, harta, popularitas, atau validasi dari media sosial. Namun Marcus Aurelius mengingatkan bahwa kebahagiaan yang sejati tidak datang dari luar diri, melainkan dari dalam. Dengan hidup sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk rasional dan sosial, seseorang akan merasa utuh, damai, dan bahagia meskipun dunia di sekelilingnya kacau.

Ia menulis, “Hiduplah dengan kesederhanaan. Ikuti suara akal sehat dan jangan tergoda oleh hal-hal yang tidak esensial.” Bagi Marcus, hidup bahagia adalah hidup yang tidak dikendalikan oleh hasrat yang berlebihan atau ketakutan yang tidak berdasar.

Menghadapi Kehidupan dengan Ketabahan dan Kesadaran

Hidup tidak selalu berjalan mulus. Namun Stoikisme tidak mengajarkan kita untuk lari dari kesulitan, melainkan untuk menghadapinya dengan kepala tegak. Hidup sesuai dengan alam berarti menerima kenyataan, termasuk penderitaan dan kematian, sebagai bagian alami dari kehidupan.

Marcus menulis, “Apa pun yang terjadi padamu adalah sesuatu yang telah diprogram oleh alam semesta. Jangan melawan; alih-alih, peluklah itu dengan sepenuh hati.” Ini bukan bentuk kepasrahan pasif, melainkan penerimaan aktif yang memampukan kita untuk tetap tenang dalam badai kehidupan.

Menjadi Bagian dari Tatanan yang Lebih Besar

Hidup sesuai dengan alam juga berarti menyadari bahwa kita adalah bagian dari komunitas, dari masyarakat, dari umat manusia secara keseluruhan. Marcus menekankan pentingnya berbuat baik, bekerja untuk kepentingan bersama, dan menjaga harmoni dengan sesama.

Ia menulis, “Apa yang tidak baik untuk kawanan juga bukan baik untuk individu.” Dalam konteks modern, hal ini mengajarkan kita untuk tidak egois, melainkan peduli terhadap orang lain, terhadap lingkungan, dan terhadap generasi mendatang.

Mengendalikan Diri Adalah Bentuk Kebebasan Sejati

Dalam ajaran Marcus Aurelius, pengendalian diri bukanlah bentuk pengekangan, melainkan bentuk tertinggi dari kebebasan. Seseorang yang mampu mengendalikan amarah, keserakahan, dan nafsu duniawi adalah orang yang benar-benar merdeka.

Filsuf ini menulis, “Bukan hal-hal di luar yang menyakiti kita, melainkan pendapat kita tentang hal-hal itu.” Dengan menguasai pikiran dan emosi, seseorang tidak akan mudah terombang-ambing oleh pujian atau cacian, kesenangan atau penderitaan.

Keteladanan Seorang Kaisar

Menariknya, Marcus Aurelius tidak hanya mengajarkan, tapi juga mempraktikkan ajaran Stoik dalam hidupnya. Sebagai kaisar, ia menghadapi perang, wabah, pengkhianatan, dan tekanan besar. Namun dalam segala situasi itu, ia tetap tenang, adil, dan rendah hati.

Ia tidak menikmati kemewahan berlebihan, tidak membalas dendam pada musuh-musuhnya, dan selalu berusaha bertindak berdasarkan akal sehat dan kebajikan. Ini menunjukkan bahwa Stoikisme bukan sekadar teori, melainkan filosofi hidup yang bisa diterapkan oleh siapa saja — dari rakyat jelata hingga pemimpin tertinggi.

Relevansi untuk Zaman Sekarang

Mengapa ajaran Marcus Aurelius tetap populer hingga kini? Karena dunia modern membuat kita terasing dari diri sendiri. Kita sering lupa siapa kita sebenarnya dan hidup dalam ilusi yang dibentuk oleh iklan, media sosial, dan budaya kompetisi. Di sinilah Stoikisme hadir sebagai pengingat: bahwa kita bisa bahagia, damai, dan utuh jika kita hidup sesuai dengan hakikat manusia.

Ketika kita berhenti mengejar hal-hal yang tidak perlu, menerima kenyataan dengan tenang, berbuat baik kepada sesama, dan menjaga pikiran agar tetap jernih — kita sedang menjalani hidup sesuai dengan alam. Dan seperti kata Marcus, itulah kunci sejati menuju kebahagiaan.

Penutup

Rahasia bahagia ala Marcus Aurelius tidak terletak pada hal-hal besar, mewah, atau spektakuler. Ia ada dalam hal-hal sederhana: berpikir jernih, hidup dengan niat baik, bertindak adil, dan menerima hidup sebagaimana adanya. Ketika kita mulai selaras dengan alam — baik alam semesta maupun kodrat manusiawi kita — maka hidup yang damai dan bermakna bukan lagi sekadar impian, tapi kenyataan yang bisa kita wujudkan setiap hari.