Menghindari Kepemimpinan: Socrates dan Hukuman dari Ketidakpedulian
- Image Creator Bing/Handoko
Kepemimpinan yang kosong dari nilai dan visi akan berdampak luas: kebijakan yang buruk, kesenjangan sosial yang meningkat, rusaknya sistem hukum, dan hilangnya kepercayaan publik terhadap institusi.
Pelajaran Bagi Masyarakat Modern
Kutipan Socrates bisa menjadi peringatan keras bagi masyarakat modern yang terjebak dalam apatisme politik dan sosial. Ketika pemilu tiba, sebagian memilih untuk golput, atau tidak peduli siapa yang akan memimpin. Sikap ini berisiko melahirkan pemimpin yang tidak layak, karena orang-orang baik tidak mengambil bagian dalam proses seleksi kepemimpinan.
Lebih dari itu, dalam konteks organisasi, sekolah, perusahaan, hingga komunitas, pernyataan Socrates tetap relevan. Jika orang yang kompeten memilih diam, maka organisasi akan dikendalikan oleh individu yang belum tentu memiliki kompetensi dan etika yang tepat.
Membangun Kepemimpinan dari Bawah
Socrates bukan hanya menyerukan pentingnya menjadi pemimpin, tetapi juga pentingnya mempersiapkan diri untuk memimpin. Kepemimpinan yang baik tidak lahir dalam semalam. Ia membutuhkan proses: pembelajaran, refleksi, pengalaman, dan keberanian untuk mengambil keputusan yang tidak populer demi kebaikan bersama.
Oleh karena itu, pendidikan kepemimpinan harus dimulai sejak dini. Di sekolah, anak-anak harus diajarkan bukan hanya untuk patuh, tetapi juga untuk berpikir kritis, membuat keputusan, dan memikul tanggung jawab. Di masyarakat, harus dibangun budaya partisipasi dan kolaborasi, bukan hanya budaya mengeluh dari balik layar.