René Descartes: “Sains yang Sejati Berasal dari Kemampuan Kita untuk Berpikir Logis dan Kritis”
- Image Creator Grok/Handoko
Kurikulum di berbagai negara, termasuk Indonesia, mulai mengadopsi pendekatan berbasis keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills/HOTS) yang menekankan pada analisis, evaluasi, dan penciptaan. Semua ini sejalan dengan semangat pemikiran Descartes yang menganggap akal sebagai alat utama dalam membangun pengetahuan yang benar.
Ilmu Pengetahuan, Rasionalitas, dan Masa Depan Teknologi
Pernyataan Descartes juga sangat berpengaruh dalam perkembangan sains dan teknologi modern. Dalam dunia penelitian ilmiah, metode logis adalah dasar dari semua hipotesis, eksperimen, dan pembuktian. Ilmuwan tidak sekadar menerima informasi berdasarkan tradisi atau otoritas, melainkan melalui serangkaian analisis rasional dan pengujian berulang.
Hal ini tampak jelas dalam perkembangan kecerdasan buatan (AI), ilmu komputer, fisika, dan bioteknologi yang semuanya dibangun di atas sistem berpikir logis. Dalam konteks ini, pemikiran Descartes telah menjadi fondasi tidak hanya bagi filsafat, tetapi juga bagi dunia teknologi modern.
Kontribusi Descartes dalam Peradaban Ilmiah
Sebagai matematikawan, Descartes juga berjasa dalam pengembangan sistem koordinat Kartesius yang menjadi dasar dari geometri analitik—penghubung antara aljabar dan geometri. Pemikiran matematisnya sangat mencerminkan pendekatan logis terhadap segala permasalahan.
Descartes juga menggabungkan logika matematika dengan pemikiran metafisika, yang terlihat dalam pertanyaannya yang terkenal: Cogito, ergo sum (“Aku berpikir, maka aku ada”). Kalimat ini bukan hanya pernyataan eksistensial, tetapi juga refleksi dari keyakinannya bahwa berpikir secara logis adalah bukti utama eksistensi manusia dan sumber pengetahuan.