Massimo Pigliucci: “Kebahagiaan Sejati Datang dari Menjalani Hidup yang Selaras dengan Nilai-Nilai”
- Cuplikan layar
Jakarta, WISATA - Apa makna dari kebahagiaan sejati? Apakah ia terletak pada pencapaian materi, pengakuan sosial, atau kekuasaan? Massimo Pigliucci, seorang filsuf kontemporer sekaligus pembaharu modern dari Stoikisme klasik, memberikan jawaban berbeda. Dalam refleksi filosofisnya yang mendalam, ia menegaskan:
“Kebahagiaan sejati datang dari menjalani hidup yang selaras dengan nilai-nilai.”
Pernyataan ini menggugah kesadaran kita akan makna autentik dari kebahagiaan—sebuah konsep yang lebih dalam daripada sekadar kesenangan sesaat atau keberuntungan eksternal. Pigliucci mengajak kita merenung, bahwa kunci hidup yang bermakna bukanlah pada apa yang kita miliki, melainkan pada siapa kita menjadi.
Nilai-Nilai sebagai Kompas Kehidupan
Dalam filsafat Stoik, nilai (virtue) bukan hanya etika abstrak, melainkan pedoman hidup. Nilai-nilai seperti kebijaksanaan, keberanian, keadilan, dan pengendalian diri adalah pondasi yang menjadikan hidup layak dijalani. Stoikisme percaya bahwa kebahagiaan (eudaimonia) bukan hasil dari keberuntungan duniawi, melainkan konsekuensi dari hidup yang dijalankan secara konsisten dengan nilai-nilai tersebut.
Massimo Pigliucci, melalui karyanya How to Be a Stoic (2017), menghidupkan kembali pandangan kuno ini dengan bahasa dan konteks modern. Menurutnya, seseorang tidak dapat merasa damai jika hidupnya bertentangan dengan prinsip moral yang ia yakini.
Apa Artinya Hidup Selaras dengan Nilai?
1. Konsistensi antara Pikiran, Perkataan, dan Perbuatan
Menjalani hidup yang selaras berarti menjaga integritas. Ketika tindakan kita sejalan dengan nilai-nilai yang kita anut, kita merasakan harmoni batin yang tidak dapat dibeli dengan uang.
2. Keteguhan Saat Menghadapi Godaan Duniawi
Hidup selaras berarti menolak jalan pintas yang melanggar nilai, walaupun menggoda secara instan. Seorang Stoik akan memilih jalan yang sulit jika itu bermakna menjaga kehormatan diri.
3. Refleksi Diri yang Jujur
Setiap malam, dalam praktik Stoik, dilakukan evaluasi diri: Apakah saya bertindak sesuai dengan nilai-nilai saya hari ini? Di mana saya gagal? Bagaimana saya bisa memperbaikinya esok hari?
Pelajaran dari Filsuf-Filsuf Stoik Klasik
Seneca mengajarkan bahwa “kebajikan itu cukup untuk kebahagiaan.” Marcus Aurelius, dalam Meditations-nya, mengingatkan bahwa kita harus hidup sesuai dengan sifat rasional kita—yang berarti bertindak sesuai nilai, bukan hawa nafsu. Epictetus menekankan bahwa kita harus memperhatikan hal-hal yang berada dalam kendali kita, dan nilai-nilai adalah salah satu di antaranya.
Pigliucci melanjutkan warisan ini, membimbing kita agar menghidupkan prinsip-prinsip tersebut di tengah dunia modern yang serba cepat dan penuh godaan.
Contoh Aplikasi Nilai-Nilai dalam Hidup Modern:
- Ketika tergoda untuk berbohong demi keuntungan: tanyakan, “Apakah kejujuran adalah nilai saya?”
- Dalam dunia kerja kompetitif: tetap adil dan tidak menjatuhkan orang lain, karena nilai keadilan lebih tinggi dari ambisi.
- Saat berada dalam konflik: memilih empati dan pengendalian diri ketimbang kemarahan, karena itu mencerminkan nilai kebijaksanaan.
Hidup Selaras dengan Nilai: Jalan ke Dalam, Bukan ke Luar
Sering kali kita mencari kebahagiaan di luar: dalam gaji yang lebih tinggi, pujian orang lain, atau pencapaian besar. Namun seperti yang diajarkan Pigliucci, semua itu fana dan berada di luar kendali kita. Sebaliknya, nilai-nilai hidup — dan komitmen untuk hidup menurut nilai-nilai itu — adalah milik kita sepenuhnya.
Ketika hidup kita selaras dengan nilai-nilai tersebut, kita tidak perlu menunggu pengakuan eksternal untuk merasa puas. Rasa damai datang dari dalam, karena kita tahu bahwa kita telah memilih jalan yang benar, meskipun sulit.
Penutup: Nilai-Nilai sebagai Sumber Kebahagiaan Otentik
Kutipan Pigliucci mengajak kita untuk mengganti paradigma pencarian kebahagiaan dari luar ke dalam. Kita tidak perlu menunggu dunia menjadi ideal untuk merasa damai. Yang perlu kita lakukan adalah memastikan bahwa setiap keputusan, sikap, dan tindakan yang kita ambil berakar dari nilai-nilai yang kita pegang teguh.
Karena pada akhirnya, kebahagiaan sejati bukanlah tentang banyaknya yang kita miliki, tetapi tentang kesesuaian antara siapa kita dan siapa yang kita yakini seharusnya kita jadi.