Socrates: Tidak Ada yang Lebih Utama daripada Keadilan
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Di tengah dunia yang semakin kompleks dan dipenuhi oleh ketimpangan, satu nilai moral terus menggema dari masa lalu ke masa kini: keadilan. Nilai yang menjadi fondasi bagi tatanan sosial yang sehat ini pernah ditegaskan oleh filsuf besar Yunani, Socrates, dalam kutipannya yang abadi: “Nothing is to be preferred before justice.” — tidak ada yang lebih utama daripada keadilan.
Kutipan ini tidak hanya menggambarkan pandangan filosofis semata, tetapi mencerminkan keyakinan bahwa tanpa keadilan, masyarakat akan runtuh dalam kekacauan, dan manusia kehilangan kemanusiaannya. Socrates menempatkan keadilan di puncak semua nilai — di atas kekayaan, kekuasaan, bahkan kebijaksanaan itu sendiri.
Apa Makna Keadilan bagi Socrates?
Dalam dialog-dialog Plato, murid sekaligus penulis ajaran Socrates, keadilan didefinisikan bukan sekadar "membalas sesuai perbuatan," melainkan sebagai harmoni. Socrates percaya bahwa keadilan adalah keadaan di mana setiap elemen dalam masyarakat maupun dalam diri manusia bekerja sesuai porsinya. Dalam konteks individu, keadilan adalah ketika akal, keberanian, dan keinginan berada dalam keseimbangan. Dalam konteks sosial, keadilan berarti setiap orang menjalankan perannya dengan baik demi kebaikan bersama.
Dengan kata lain, keadilan bukan soal menghukum, melainkan soal menempatkan segala sesuatu pada tempatnya yang layak dan benar.
Relevansi Keadilan di Era Modern
Hari ini, dunia dihadapkan pada berbagai bentuk ketidakadilan: diskriminasi sosial, ketimpangan ekonomi, penegakan hukum yang berat sebelah, hingga eksploitasi lingkungan. Nilai keadilan sering kali menjadi retorika politik tanpa realisasi nyata. Dalam kondisi ini, ajaran Socrates kembali menjadi cermin tajam bagi kita semua. Jika kita tidak mengutamakan keadilan dalam setiap aspek kehidupan, maka kehancuran moral dan sosial hanyalah tinggal menunggu waktu.
Ketika hukum bisa dibeli, suara rakyat dibungkam, dan kemiskinan terus diwariskan lintas generasi, maka yang hilang bukan hanya kesejahteraan, melainkan juga martabat manusia. Dan seperti Socrates katakan, tidak ada yang lebih penting dari keadilan. Ia adalah syarat mutlak bagi kebebasan, kemakmuran, dan kedamaian yang sejati.
Keadilan dalam Skala Pribadi
Namun keadilan bukan hanya tanggung jawab negara atau institusi hukum. Keadilan juga bermula dari tindakan-tindakan kecil dalam kehidupan sehari-hari. Apakah kita berlaku adil pada rekan kerja? Apakah kita menghargai orang lain tanpa prasangka? Apakah kita sudah adil pada diri sendiri dalam menjaga keseimbangan hidup dan tidak mengorbankan kesehatan demi ambisi?
Socrates mendorong kita untuk memulai dari dalam. Ia percaya bahwa keadilan sejati adalah keadilan yang tumbuh dari kesadaran batin. Seseorang yang adil adalah ia yang sudah menata dirinya dengan baik — yang pikirannya jernih, emosinya terkendali, dan tindakannya selaras dengan nilai moral.
Keadilan Sebagai Jalan Menuju Kebijaksanaan
Menariknya, bagi Socrates, keadilan bukanlah hasil akhir, melainkan proses menuju kebijaksanaan. Seseorang yang terus berlatih berlaku adil akan menjadi manusia yang lebih bijak. Karena untuk bisa adil, seseorang harus mampu memahami sudut pandang orang lain, mengendalikan egonya, dan menimbang keputusan secara bijaksana.
Dengan begitu, keadilan melatih seseorang untuk tidak hanya berpikir tentang dirinya, tetapi juga tentang kebaikan bersama. Inilah mengapa Socrates tidak pernah mengutamakan kekuasaan, kekayaan, atau ketenaran. Ia lebih memilih hidup sederhana namun adil, dibanding hidup mewah namun penuh ketidakadilan.
Keadilan dalam Sistem Hukum dan Pemerintahan
Dalam dunia hukum, kutipan Socrates menjadi pengingat yang penting. Bahwa hukum sejatinya diciptakan untuk menegakkan keadilan, bukan sebagai alat kekuasaan atau pelindung segelintir orang. Negara yang tidak menjunjung tinggi keadilan adalah negara yang rapuh. Sebab ketika hukum tidak dipercaya, maka masyarakat akan mengambil jalan sendiri, dan lahirlah kekacauan.
Keadilan harus diterapkan tanpa pandang bulu. Tidak boleh ada perlakuan istimewa terhadap yang kaya atau kuat, dan tidak boleh ada pengabaian terhadap yang lemah atau tak bersuara. Inilah esensi dari demokrasi yang sehat: keadilan yang merata dan menjamin hak setiap warga negara.
Keadilan Sosial: Menghapus Ketimpangan dan Menegakkan Martabat
Keadilan juga harus menjangkau ranah sosial dan ekonomi. Ketika segelintir orang menguasai kekayaan sementara jutaan lainnya berjuang untuk makan, itu bukan lagi soal angka, tapi soal moralitas. Keadilan sosial bukan berarti semua orang harus sama kaya, melainkan semua orang memiliki akses yang adil terhadap pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan perlindungan hukum.
Socrates ingin kita melihat bahwa keadilan bukan sekadar soal hukum atau pengadilan, tapi soal bagaimana kita memperlakukan sesama manusia. Apakah kita membiarkan ketimpangan itu tumbuh, atau kita ikut membangun sistem yang lebih adil bagi semua?
Menjadi Manusia Adil di Zaman yang Rumit
Tantangan keadilan di zaman modern memang tidak mudah. Namun justru karena itulah nilai keadilan semakin penting untuk dijaga dan diperjuangkan. Kita bisa memulainya dari ruang terkecil: keluarga, komunitas, tempat kerja. Dengan berlaku jujur, menghargai perbedaan, dan melawan ketidakadilan sekecil apapun, kita ikut menjaga warisan pemikiran Socrates tetap hidup.
Seperti kata bijak: keadilan tidak akan pernah mati, selama masih ada satu orang yang bersedia memperjuangkannya.
Penutup: Keadilan Adalah Napas Kehidupan
Bagi Socrates, hidup yang tidak dijalani dengan keadilan adalah hidup yang kosong. Ia percaya bahwa keadilan adalah napas kehidupan yang menjadikan manusia benar-benar manusia. Dalam dunia yang penuh ketidakpastian, keadilan adalah satu-satunya cahaya yang bisa menuntun kita pada kebenaran, kedamaian, dan kebijaksanaan sejati.
Dan benar adanya, seperti yang diucapkannya lebih dari dua ribu tahun lalu: “Nothing is to be preferred before justice.” Karena pada akhirnya, semua kekayaan dan kekuasaan tidak akan berarti jika tidak dilandasi oleh keadilan.