Kebebasan Memilih Sikap: Pelajaran Stoik dari Massimo Pigliucci untuk Menghadapi Hidup Modern
- Cuplikan layar
Jakarta, WISATA – “Apa pun yang kamu hadapi, kamu punya kekuatan untuk memilih sikapmu.” Kalimat ini bukan sekadar kutipan motivasi, melainkan prinsip hidup dari seorang filsuf kontemporer terkemuka, Massimo Pigliucci. Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh tekanan, gagasan tentang memilih sikap sendiri menjadi fondasi penting bagi ketenangan batin dan ketangguhan mental.
Massimo Pigliucci, seorang profesor filsafat di City College of New York, adalah salah satu tokoh yang giat menghidupkan kembali ajaran Stoikisme dalam konteks modern. Ia meyakini bahwa meskipun kita tidak bisa mengendalikan apa yang terjadi di luar diri kita, kita sepenuhnya bebas memilih bagaimana meresponsnya. Inilah esensi kebebasan sejati menurut Pigliucci: kemampuan untuk mengarahkan sikap batin, bahkan dalam situasi tersulit sekalipun.
Sikap adalah Pilihan, Bukan Refleks
Kita hidup di dunia yang sering kali menantang stabilitas emosi kita. Dari tekanan pekerjaan, konflik sosial, perubahan politik, hingga tantangan personal, reaksi spontan sering kali muncul dalam bentuk kemarahan, keputusasaan, atau rasa takut. Namun Stoikisme mengajarkan bahwa kita bukan budak emosi. Seperti yang disampaikan oleh Pigliucci, “Manusia bukan makhluk yang dikendalikan oleh dunia, tetapi oleh persepsinya sendiri terhadap dunia itu.”
Dalam bukunya How to Be a Stoic, Pigliucci menekankan pentingnya latihan harian untuk mengasah kemampuan memilih sikap. Ia menyarankan refleksi pagi tentang potensi rintangan yang mungkin dihadapi, serta introspeksi malam untuk mengevaluasi bagaimana kita merespons peristiwa yang terjadi.
Pelajaran dari Marcus Aurelius hingga Pigliucci
Sebagai penerus intelektual dari pemikir Stoik klasik seperti Epictetus dan Marcus Aurelius, Pigliucci menyerap dan menyebarluaskan pesan-pesan mereka dalam bahasa yang relevan dengan kehidupan modern. Marcus Aurelius pernah menulis, “Jika kamu terganggu oleh sesuatu dari luar, penderitaan itu bukan disebabkan oleh hal itu sendiri, tapi oleh penilaianmu terhadapnya.” Pigliucci mengembangkan pemikiran ini dengan menunjukkan bahwa penilaian bisa dikendalikan melalui disiplin mental dan filsafat praktis.
Artinya, meskipun hidup menghadirkan hal-hal di luar kendali kita—kemacetan, konflik kerja, kesedihan personal—selalu ada ruang batin tempat kita bisa memilih: Apakah kita marah? Apakah kita menyerah? Atau kita menerima dan melangkah maju dengan tenang?
Keseharian yang Bisa Dikuasai dengan Sikap
Contoh paling nyata adalah dari kehidupan sehari-hari. Seorang ibu rumah tangga yang harus mengurus anak-anak sambil bekerja dari rumah bisa merasa kewalahan. Namun ketika ia sadar bahwa sikapnya adalah sesuatu yang bisa dikendalikan, maka ia bisa mengubah stres menjadi ketabahan. Demikian pula seorang pekerja yang menghadapi atasan yang tidak adil: ia mungkin tidak bisa mengubah sikap atasannya, tetapi bisa mengontrol responsnya sendiri—menjaga profesionalisme dan martabat diri.
Massimo Pigliucci dalam beberapa seminar daring menyatakan bahwa tantangan modern seperti media sosial juga menjadi ujian bagi kebebasan memilih sikap. “Kamu bisa memilih untuk tidak terpancing oleh komentar negatif. Kamu bisa memilih untuk tidak membandingkan hidupmu dengan orang lain. Sikapmu bukan tanggapan otomatis; itu keputusan sadar,” ujarnya.
Data dan Dampaknya terhadap Kesehatan Mental
Dalam survei yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2023, diketahui bahwa lebih dari 60% responden global menyatakan kecemasan mereka disebabkan oleh ketidakpastian dan tekanan eksternal. Namun studi lanjutan dari Harvard Medical School juga menunjukkan bahwa latihan pengendalian sikap, seperti meditasi Stoik dan refleksi harian, mampu menurunkan tingkat stres secara signifikan hingga 45%.
Pilihan sikap juga berkaitan erat dengan daya tahan psikologis atau resilience. Orang-orang yang terbiasa memilih untuk tetap positif, tenang, dan bertindak bijak meski dalam tekanan, cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih baik, hubungan sosial yang lebih sehat, dan produktivitas kerja yang lebih tinggi.
Refleksi untuk Masyarakat Indonesia
Di tengah perubahan sosial, ekonomi, dan digitalisasi yang cepat di Indonesia, pesan dari Massimo Pigliucci ini sangat relevan. Ketika masyarakat menghadapi tantangan hidup pasca-pandemi, tekanan ekonomi, atau polarisasi sosial di dunia maya, kemampuan untuk memilih sikap menjadi penentu utama ketahanan kolektif.
Bayangkan jika setiap individu, dari pelajar hingga pemimpin, dari karyawan hingga pengusaha, mulai melatih kemampuan memilih sikap yang tepat dalam menghadapi tantangan. Akan tercipta masyarakat yang tidak mudah terprovokasi, lebih bijaksana dalam mengambil keputusan, dan lebih tahan terhadap tekanan sosial.
Menumbuhkan Sikap Reflektif Lewat Pendidikan dan Teknologi
Dunia pendidikan dan teknologi juga memiliki peran penting dalam menumbuhkan sikap reflektif di kalangan generasi muda. Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Stoik dapat ditanamkan sejak dini—mengajarkan anak-anak untuk tidak hanya cerdas secara akademik, tapi juga tangguh secara mental.
Demikian pula sektor teknologi. Pengembangan aplikasi refleksi diri, jurnal digital, dan pelatihan kesadaran diri berbasis AI dapat menjadi jembatan antara filsafat dan praktik hidup sehari-hari. Di sinilah teknologi tidak sekadar menjadi alat, tetapi juga jalan untuk mengembangkan kebijaksanaan.
Ajakan untuk Bertransformasi
Jika Anda ingin menjadikan hidup lebih bermakna, kuat, dan tenang di tengah dunia yang kacau, mulai dengan satu hal: kendalikan sikapmu. Seperti yang disampaikan oleh Massimo Pigliucci, “Apa pun yang kamu hadapi, kamu punya kekuatan untuk memilih sikapmu.” Pilihan itulah yang akan menentukan kualitas hidup Anda hari ini dan masa depan.