Seneca: “Lebih pantas bagi seseorang untuk menertawakan hidup daripada meratapinya”

Seneca
Sumber :
  • Cuplikan layar

Tertawa bukan berarti tidak peduli, melainkan bentuk penerimaan bahwa kehidupan tidak selalu adil, tidak selalu berjalan sesuai rencana, dan sering kali menghadirkan kejutan. Alih-alih tenggelam dalam ratapan, Seneca mengajarkan bahwa dengan tawa, kita menciptakan jarak emosional dari penderitaan, memungkinkan kita untuk melihat segala sesuatu dengan lebih jernih.

“Keadaan Tak Membentuk Manusia, Tapi Mengungkapkan Dirinya” – Epictetus

Ini sejalan dengan prinsip amor fati dalam Stoikisme — mencintai nasib. Apa pun yang datang, baik atau buruk, harus diterima dengan penuh kesadaran dan ketenangan.

Konteks Modern: Hidup di Era Ketidakpastian

Seneca: Memberi dengan Ikhlas, Menerima dengan Syukur

Dalam kehidupan masa kini yang dibanjiri informasi, tekanan sosial, dan tuntutan ekonomi, banyak orang yang merasa kehilangan kendali atas hidup mereka. Stres, kecemasan, dan depresi menjadi penyakit mental yang merebak di berbagai lapisan masyarakat.

Kutipan Seneca menjadi relevan sebagai pengingat bahwa cara kita merespons hidup sangat menentukan kualitas batin kita. Daripada terus-menerus mengeluh, mengasihani diri sendiri, atau meratapi nasib, Seneca menyarankan pendekatan yang lebih ringan dan menyembuhkan: menertawakan hidup.

Epictetus: Ajaran Zaman Kuno yang Menyelamatkan Hidup di Zaman Modern

Tawa sebagai Obat Emosional

Penelitian modern dalam psikologi pun mendukung pandangan Seneca. Tertawa terbukti bisa mengurangi hormon stres seperti kortisol, meningkatkan hormon endorfin yang membuat kita merasa lebih bahagia, dan mempererat hubungan sosial. Dalam banyak kasus, humor menjadi mekanisme bertahan hidup yang ampuh di tengah kesulitan.

Halaman Selanjutnya
img_title