Kebahagiaan Bergantung pada Pikiran: Pelajaran Abadi Marcus Aurelius untuk Era Modern

Marcus Aurelius
Sumber :
  • Cuplikan layar

Jakarta, WISATA — Di tengah tekanan hidup modern yang kompleks dan penuh tuntutan, satu hal tetap tak berubah: manusia mencari kebahagiaan. Namun, pertanyaannya adalah — di mana letak kebahagiaan sejati? Filsuf Stoik sekaligus kaisar Romawi, Marcus Aurelius, memberikan jawabannya berabad-abad lalu: “The happiness of your life depends upon the quality of your thoughts: therefore, guard accordingly, and take care that you entertain no notions unsuitable to virtue and reasonable nature.”

Filosofi Chrysippus tentang Bahagia Tanpa Bergantung pada Harta

Jika diterjemahkan secara bebas, kalimat itu berarti: “Kebahagiaan hidupmu bergantung pada kualitas pikiranmu: karena itu, jagalah pikiranmu dan pastikan tidak menyimpan gagasan yang bertentangan dengan kebajikan dan kodrat yang masuk akal.” Di era digital saat ini, pesan Marcus ini justru semakin relevan.

Kekuatan Pikiran dalam Menentukan Kebahagiaan

5 Cara Hidup Tenang ala Chrysippus yang Bisa Anda Coba Hari Ini

Pikiran adalah jendela utama yang menentukan bagaimana kita melihat dunia. Dua orang bisa mengalami peristiwa yang sama, namun menafsirkannya secara berbeda — yang satu melihat kesempatan, yang lain melihat masalah. Di sinilah letak kekuatan pikiran. Marcus Aurelius mengingatkan bahwa kebahagiaan bukan datang dari luar, tetapi berasal dari cara kita memandang dan merespons dunia di sekitar kita.

Ilmu psikologi modern mendukung hal ini. Dalam cabang Positive Psychology, disebutkan bahwa pikiran positif, pola pikir optimis, dan makna yang kita berikan terhadap peristiwa hidup sangat berperan dalam membentuk kesejahteraan psikologis.

Apa Itu “Eudaimonia”? Filosofi Hidup Bahagia ala Aristoteles yang Relevan Sepanjang Zaman

Pentingnya Menjaga Kualitas Pikiran

Ketika Marcus berbicara tentang menjaga pikiran, ia bukan sedang menganjurkan untuk menolak kenyataan. Sebaliknya, ia mengajak kita untuk menyaring apa yang masuk ke dalam pikiran kita. Layaknya seorang penjaga gerbang yang hanya membiarkan tamu-tamu baik masuk, kita pun harus selektif terhadap informasi, asumsi, dan persepsi yang kita pelihara.

Halaman Selanjutnya
img_title