Marcus Aurelius: “Bukan Ini Musibah, Tapi Berkah Aku Tetap Tak Terluka” — Mengubah Perspektif dengan Filsafat Stoik
- Image Creator Bing/Handoko
Jakarta, WISATA — Dalam dunia yang penuh ketidakpastian dan kesulitan, ada satu hal yang selalu bisa kita kendalikan: respons kita terhadap keadaan. Filosofi ini dengan kuat tercermin dalam kutipan legendaris dari Marcus Aurelius, Kaisar Romawi sekaligus tokoh Stoik besar: “It’s unfortunate that this has happened. No. It’s fortunate that this has happened and I’ve remained unharmed.” Diterjemahkan bebas: “Ini dianggap sebagai kemalangan. Tidak. Ini keberuntungan karena hal ini terjadi dan aku tetap tidak terluka.”
Dalam satu kalimat yang singkat namun penuh makna ini, Marcus Aurelius menunjukkan kekuatan luar biasa dari pengendalian diri, pemaknaan ulang, dan ketabahan mental. Kutipan ini bukan hanya nasihat pribadi, melainkan sebuah prinsip hidup yang jika diterapkan, mampu memberikan ketenangan dalam menghadapi badai kehidupan.
Artikel ini akan membahas secara mendalam arti dari kutipan tersebut, bagaimana ia relevan dalam kehidupan modern, serta bagaimana kita bisa menerapkannya sebagai kekuatan batin dalam menghadapi tantangan.
Memaknai Ulang Musibah: Dari Korban Menjadi Pemakna
Di tengah budaya modern yang cenderung mengedepankan narasi sebagai korban (victimhood), Marcus Aurelius menawarkan pendekatan yang sangat berbeda. Ia tidak menyangkal bahwa hal buruk terjadi. Tapi, alih-alih fokus pada penderitaan, ia menggeser pusat perhatian ke respons dirinya sendiri—bahwa meski hal buruk terjadi, ia tetap tidak tergoyahkan.
Ini adalah inti dari Stoikisme: kita tidak bisa memilih apa yang terjadi, tetapi kita selalu bisa memilih bagaimana menyikapinya.
Sebagai contoh, bayangkan seseorang kehilangan pekerjaan secara tiba-tiba. Kebanyakan orang akan berkata, “Ini adalah musibah.” Tapi jika dia meniru Marcus Aurelius, ia akan berkata, “Ini memang tidak menyenangkan, tetapi aku masih hidup, sehat, dan memiliki kemampuan untuk bangkit. Itu keberuntungan.”