Petuah Getir Marcus Aurelius: “Lakukan Apa yang Kamu Mau, Bahkan Jika Kamu Menghancurkan Dirimu Sendiri, …. “

Marcus Aurelius
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Jakarta, WISATA — Dalam dunia yang semakin bising dengan opini publik, tekanan sosial, dan ekspektasi eksternal, kutipan filsuf Stoik sekaligus Kaisar Romawi Marcus Aurelius ini menggema dengan relevansi yang mencengangkan: “Do what you will. Even if you tear yourself apart, most people will continue doing the same things.” Dalam terjemahan bebas: “Lakukan apa pun yang kamu mau. Bahkan jika kamu menghancurkan dirimu sendiri, kebanyakan orang akan tetap melakukan hal yang sama.”

Memento Mori: Ryan Holiday dan Pengingat Stoik yang Menggetarkan Jiwa

Petuah ini terdengar getir, namun menyimpan makna yang dalam. Marcus Aurelius sedang mengingatkan kita akan kenyataan pahit namun penting: kita tidak bisa mengendalikan perilaku orang lain, betapapun kerasnya usaha kita. Dan lebih buruk lagi, kita sering merusak diri sendiri karena berharap orang lain berubah sesuai keinginan kita.

Artikel ini mengurai makna filsafat di balik kutipan tersebut, mengaitkannya dengan realitas kehidupan modern, serta memberikan panduan praktis agar kita tidak terperangkap dalam ekspektasi terhadap orang lain.

Epictetus: Jika Keburukan Disebarkan Tentangmu, Benahi atau Tertawakan

Makna Mendalam dari Marcus Aurelius: Menghentikan Ilusi Kendali atas Orang Lain

Dalam ajaran Stoik, kendali adalah inti utama dari kebajikan dan ketenangan jiwa. Filsuf Stoik seperti Epictetus, Seneca, dan tentu saja Marcus Aurelius berulang kali menekankan bahwa kita hanya bisa mengendalikan satu hal: pikiran dan tindakan kita sendiri.

Jangan Menunda Hidup: Pesan Stoik Ryan Holiday untuk Menjalani Hari Ini dengan Penuh Kesadaran

Kutipan ini secara gamblang menunjukkan frustrasi yang dialami banyak orang: kita bekerja keras, kita menjelaskan berulang kali, kita memohon, menasihati, atau bahkan berkorban demi melihat orang lain berubah. Namun nyatanya, sebagian besar dari mereka tetap akan memilih untuk bertindak seperti biasa.

Contohnya jelas dalam berbagai konteks kehidupan: orang tua yang berusaha sekuat tenaga mengubah perilaku anak yang keras kepala, pasangan yang terus mencoba mengubah tabiat pasangannya, atau atasan yang berharap bawahan bersikap lebih profesional. Setelah semua usaha—bahkan hingga menyakiti diri sendiri secara fisik, mental, atau emosional—hasilnya tetap nihil.

Halaman Selanjutnya
img_title