Kisah Para Sufi: Ibn Sab'in, Sang Sufi dari Andalusia yang Menjadi Simbol Keteguhan Ilmu dan Makrifat
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA — Di tengah gejolak politik, kecemasan sosial, dan keretakan spiritual di akhir kejayaan Andalusia, muncullah sosok sufi dan filsuf kontroversial namun brilian: Ibn Sab’in. Ia bukan hanya dikenal karena pemikirannya yang tajam dan mendalam, tetapi juga karena keteguhannya mempertahankan jalan makrifat di tengah tekanan zaman. Figur yang kerap disalahpahami ini justru menjadi simbol kebangkitan akal dan hati yang berpadu dalam cinta kepada Tuhan.
Dari Murcia ke Mekah: Jejak Intelektual Seorang Sufi Andalusia
Abu Muhammad ‘Abd al-Haqq ibn Ibrahim ibn Sab’in lahir di Murcia, Andalusia, sekitar tahun 1217 M. Ia tumbuh dalam atmosfer ilmu yang semarak namun penuh gejolak. Di usia muda, ia telah menguasai berbagai disiplin: ilmu kalam, filsafat, fiqih, logika, hingga ilmu tasawuf.
Pemikiran Ibn Sab’in sangat dalam dan kompleks, sehingga banyak ulama sezamannya kesulitan memahaminya. Ia menggabungkan antara filsafat dan tasawuf, memadukan rasionalitas dengan cinta spiritual. Hal ini menjadikannya sosok unik, bahkan dianggap “berbahaya” oleh kalangan konservatif.
Ketegasannya dalam berpikir dan menyampaikan kebenaran tanpa kompromi membuatnya sering dikecam. Akibat tekanan politik dan tuduhan bid’ah, ia meninggalkan Andalusia dan hijrah ke Afrika Utara, kemudian ke Mekah. Di tanah suci inilah, ia mengajar, menulis, dan membimbing murid dalam jalan spiritual yang murni, meskipun hidup dalam keterasingan.
Dialog dengan Raja: Pemikir Besar dari Timur yang Menantang Dunia
Salah satu jejak monumental Ibn Sab’in adalah ketika Raja Alfonso X dari Kastilia mengajukan pertanyaan filsafat kepada penguasa Muslim, dan pertanyaan itu sampai ke Ibn Sab’in. Dalam karyanya yang legendaris, Sicilian Questions, Ibn Sab’in menuliskan jawaban intelektual yang begitu tajam dan dalam, membuktikan bahwa dunia Islam memiliki pemikir yang mampu menandingi bahkan melampaui para filsuf Eropa kala itu.