Dari Skolastik ke Skeptisisme: Jalan Sunyi Menuju Zaman Modern
- Cuplikan layar
Jakarta, WISATA – Di balik reruntuhan pemikiran abad pertengahan yang begitu kental akan nuansa teologis, berdiri satu sosok yang diam-diam mengukir jalur baru menuju zaman modern. Namanya William of Ockham, seorang biarawan Fransiskan yang lebih dikenal karena prinsip “Pisau Ockham”-nya, namun lebih dalam dari itu, ia adalah peletak dasar bagi pelepasan filsafat dari dominasi teologi.
Dalam dunia abad pertengahan, teologi adalah raja. Filsafat hanyalah pelayan yang tugasnya menjelaskan dan membela dogma gereja. Namun, ketika Ockham mulai menggugat hubungan ini, ia tak hanya menantang sistem berpikir zamannya, tetapi juga membuka gerbang menuju kebebasan intelektual yang lebih luas: dari keyakinan kolektif menuju pencarian personal, dari otoritas tunggal menuju keberagaman pandangan, dari teologi menuju filsafat yang otonom.
Ketika Skolastik Menguasai Pikiran
Selama berabad-abad, pemikiran filsafat Barat berada di bawah bayang-bayang skolastik—tradisi yang menyatukan iman Kristen dengan filsafat Yunani, terutama Aristoteles. Thomas Aquinas adalah representasi tertinggi dari proyek ini. Ia menyusun sistem teologi yang sangat rasional, menjadikan logika dan argumentasi sebagai alat utama memahami Tuhan, dosa, keselamatan, dan segala sesuatu di antaranya.
Namun, dalam upaya menyelaraskan akal dengan iman, para skolastik justru menjadikan filsafat alat legitimasi bagi dogma gereja. Rasionalitas tidak bebas, ia dibingkai dan diarahkan oleh doktrin. Filsuf menjadi teolog yang cerdas, bukan pemikir bebas.
Lalu, datanglah William of Ockham.
Ockham: Pisau yang Memisahkan