Seneca: Pentingnya Konsistensi dalam Membaca dan Memperdalam Pemahaman

Seneca Filsuf Stoicisme
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Jakarta, WISATA – Dalam surat keduanya kepada Lucilius, filsuf Stoik terkenal, Seneca kembali memberikan nasihat berharga mengenai pentingnya menjaga ketenangan batin dan konsistensi dalam menimba ilmu. Surat yang berjudul "On Discursiveness in Reading" ini berfokus pada bahaya dari kebiasaan berpindah-pindah bacaan tanpa pendalaman yang serius, sebuah kebiasaan yang menurutnya mencerminkan kegelisahan jiwa.

Chrysippus: “Keberanian adalah Fondasi untuk Menghadapi Segala Rintangan; Tanpa Keberanian, Kebajikan Tidak Akan Tumbuh”

Seneca membuka surat dengan pujian kepada Lucilius karena tetap menetap di satu tempat dan tidak tergoda untuk berpindah-pindah hanya demi mencari suasana baru. Menurut Seneca, ketidakmampuan seseorang untuk berdiam diri adalah tanda bahwa pikirannya belum tertata dengan baik. “Indikasi pertama dari pikiran yang sehat adalah kemampuannya untuk tinggal di satu tempat dan merasa nyaman dalam kesendiriannya,” tulis Seneca.

Lebih lanjut, Seneca memperingatkan tentang bahaya membaca terlalu banyak buku secara acak. Ia menekankan bahwa membaca tanpa fokus akan membuat seseorang menjadi dangkal dan tidak mendapatkan manfaat sejati dari pengetahuan. “Kita harus berkonsentrasi pada sejumlah kecil pemikir besar dan mencerna karya mereka dengan saksama, jika ingin memperoleh ide-ide yang benar-benar mengakar dalam pikiran kita,” jelasnya.

Chrysippus: "Jangan Takut Akan Perubahan, Sebab Perubahan Adalah Bagian dari Alam Semesta yang Selalu Bergerak Maju"

Seneca menggunakan berbagai analogi untuk memperkuat pesannya. Ia membandingkan proses membaca yang tidak fokus dengan makanan yang langsung keluar dari lambung sebelum dicerna, obat yang sering diganti hingga menghambat penyembuhan, luka yang tidak sembuh karena sering berganti salep, serta tanaman yang tidak bisa tumbuh kuat karena sering dipindahkan. “Tidak ada sesuatu pun yang begitu manjur jika terus-menerus dipindah-pindahkan,” tegasnya.

Seneca juga mengingatkan bahwa tidak semua buku yang dimiliki perlu dibaca. Sebaliknya, lebih baik memiliki sedikit buku yang benar-benar dipahami daripada mengoleksi banyak buku yang hanya disentuh sekilas. Ia mengkritik sikap “rakus” terhadap bacaan baru tanpa memperdalam makna dari bacaan yang telah ada, seraya menyarankan agar seseorang selalu kembali kepada penulis-penulis utama yang telah terbukti kualitasnya.

Chrysippus: "Hidup adalah Rangkaian Sebab-Akibat; Pahamilah Bahwa Apa yang Terjadi, Terjadi Sesuai dengan Hukum Alam"

Dalam praktik pribadinya, Seneca mengaku setiap hari memilih satu pemikiran penting untuk direnungkan secara mendalam. Dalam surat ini, ia berbagi satu kutipan yang diambil dari Epicurus, seorang filsuf yang sebenarnya dianggap sebagai "musuh" aliran Stoik. Namun, Seneca menjelaskan bahwa ia "menyusup ke kamp musuh" bukan untuk berkhianat, melainkan untuk mencari hikmah.

Epicurus berujar, "Kemiskinan yang disertai rasa puas adalah kondisi yang terhormat." Seneca menggarisbawahi bahwa kemiskinan sejati bukanlah soal memiliki sedikit, melainkan soal keinginan yang tak pernah puas. Ia bertanya, apa gunanya kekayaan melimpah jika seseorang tetap menginginkan milik orang lain dan terus mengejar keuntungan baru, alih-alih menikmati apa yang telah dimilikinya?

Di akhir surat, Seneca menutup dengan refleksi tajam: ukuran kekayaan sejati adalah memiliki apa yang diperlukan, dan merasa cukup dengan itu. Pesan ini tidak hanya relevan bagi Lucilius di zamannya, tetapi juga menjadi pengingat penting bagi masyarakat modern yang kerap terjebak dalam budaya konsumtif dan ketidakpuasan yang terus-menerus.

Dengan gaya bahasa yang sederhana namun penuh makna, Seneca sekali lagi menunjukkan mengapa tulisannya tetap abadi sepanjang zaman—mengajarkan bahwa ketenangan batin, kesederhanaan, dan konsistensi dalam belajar adalah fondasi utama menuju kebijaksanaan sejati.