Al-Ghazali: "Hati yang Tercerahkan oleh Cahaya Keimanan dan Ditata oleh Akal akan Selalu Menemukan Jalan Menuju Kebaikan
- Image Creator Grok/Handoko
Menurut Al-Ghazali, hanya hati yang bersih dan terbuka yang mampu menangkap cahaya ilahi. Dan hanya akal yang ditata oleh nilai-nilai etika yang dapat menuntun hati tersebut agar tidak salah arah dalam mencari kebenaran. Kombinasi inilah yang melahirkan kesadaran spiritual yang matang dan kokoh.
Jalan Menuju Kebaikan dalam Kehidupan Modern
Kutipan Al-Ghazali ini masih sangat relevan dalam konteks kehidupan modern yang kerap kali memisahkan antara iman dan akal. Banyak persoalan kontemporer muncul karena dominasi rasionalitas yang kering dari nilai-nilai kemanusiaan. Di sisi lain, keimanan sering kali dikerdilkan dalam bentuk ritual tanpa refleksi.
Dalam situasi ini, ajaran Al-Ghazali menjadi kompas moral yang mengingatkan bahwa pencerahan batin harus berjalan seiring dengan kejernihan berpikir. Seseorang tidak dapat benar-benar menjadi baik hanya dengan mengikuti hukum atau perintah secara mekanis. Ia harus menghidupkan hatinya dengan cahaya iman dan menggunakan akalnya untuk memahami makna dari setiap langkah yang ia ambil.
Hati yang Menjadi Kompas Kebaikan
Dalam banyak karya monumentalnya seperti Ihya' Ulumuddin, Al-Ghazali mengajarkan bahwa hati adalah pusat dari segala tindakan manusia. Ketika hati terang, maka seluruh tindakan akan bernilai kebaikan. Namun jika hati gelap, maka sekalipun tindakan tampak mulia di permukaan, bisa saja berniat busuk di dalam.
Hati yang tercerahkan dan akal yang tertata bukan hanya akan menjauhkan manusia dari kejahatan, tetapi juga mengarahkan mereka pada tindakan penuh makna: menolong sesama, menegakkan keadilan, mengedepankan kasih sayang, dan menciptakan harmoni dalam masyarakat.