Dari Pejuang Menjadi Tawanan: Ketika Sentot Alibasjah Menyerah
- Gedenkschrift van den oorlog op Java
Konflik Internal dan Keterpecahan Kubu Perlawanan
Tak hanya tekanan eksternal, konflik internal di antara kelompok perlawanan juga mulai mencuat. Perbedaan strategi, persaingan antar tokoh, serta ambisi pribadi di dalam kubu perlawanan turut menyulitkan koordinasi. Meskipun pada awalnya semangat kebangsaan dan perlawanan bersatu, perbedaan pendapat mengenai strategi dan pembagian hasil perjuangan menimbulkan ketidakpastian.
Di tengah situasi yang semakin genting, beberapa tokoh perlawanan mulai mempertimbangkan langkah untuk mencari jalan keluar yang dapat mengurangi kerugian lebih lanjut. Konflik internal ini memperlemah struktur komando dan membuat keputusan strategis menjadi lebih rumit. Dalam kondisi yang tidak stabil, keputusan untuk menyerah sering kali dianggap sebagai langkah yang paling logis untuk menyelamatkan nyawa dan mempertahankan sisa-sisa kekuatan.
Tekanan Psikologis dan Moral yang Menurun
Pertempuran yang berlangsung terus-menerus selama bertahun-tahun tentu memberikan dampak besar bagi moral para pejuang. Awalnya, semangat perlawanan membara karena tekad untuk mengusir penjajah. Namun, kegagalan berulang, kerugian yang terus meningkat, dan tekanan dari pihak Belanda membuat semangat tersebut mulai terkikis.
Bagi Sentot, yang selama ini menjadi simbol keberanian, tekanan psikologis dari kekalahan dan kondisi perang yang semakin berat memaksanya untuk mengambil keputusan yang sulit. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian, penyerahan diri menjadi pilihan terakhir ketika tidak ada lagi alternatif strategis yang memungkinkan untuk mempertahankan posisi di lapangan.
Keputusan Penyerahan Diri dan Konsekuensinya