Kaum Sofis vs Socrates: Adu Filosofi tentang Kebenaran dan Kebijaksanaan

Perdebatan Kaum Sofis dan Socrates
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Di sisi lain, Socrates, yang merupakan salah satu tokoh paling terkenal dalam sejarah filsafat, mengembangkan pendekatan yang sangat berbeda dalam mencari kebenaran. Berbeda dengan kaum Sofis yang menganggap kebenaran itu relatif, Socrates percaya bahwa ada kebenaran yang dapat ditemukan melalui pemikiran kritis dan dialog. Menurut Socrates, tujuan hidup yang sejati adalah mencari kebenaran dan kebijaksanaan, bukan sekadar memenangkan debat atau mencapai kesuksesan materi.

Sains Sebagai Warisan Universal: Ketika Dunia Islam Memeluk dan Dunia Barat Mengembangkan

Socrates sering kali menggunakan metode yang disebut elenchus atau dialektika, yaitu cara berdebat dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendalam kepada lawan bicara untuk menggali pandangan mereka dan menguji konsistensi argumen mereka. Dengan metode ini, Socrates berusaha mengarahkan lawan bicaranya untuk menemukan kekeliruan dalam pemikiran mereka sendiri, sehingga pada akhirnya dapat mencapai pemahaman yang lebih baik tentang kebenaran.

Socrates tidak pernah mengklaim bahwa dirinya memiliki pengetahuan atau kebenaran absolut. Sebaliknya, ia lebih memilih untuk mengakui bahwa ia hanya tahu satu hal, yaitu bahwa ia tidak tahu apa-apa. Filosofi ini dikenal sebagai maieutics, atau "melahirkan" pengetahuan melalui pertanyaan yang jujur dan mendalam.

Aristoteles, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd: Menyingkap Warisan Sains yang Terlupakan Dunia Islam

Perbedaan Pandangan tentang Kebenaran dan Kebijaksanaan

Perbedaan yang paling mencolok antara kaum Sofis dan Socrates adalah pandangan mereka tentang kebenaran dan kebijaksanaan. Kaum Sofis menganggap kebenaran itu relatif, sementara Socrates meyakini adanya kebenaran yang objektif yang dapat ditemukan melalui proses pemikiran yang teliti.

Apakah Ada Kesamaan antara Situasi Socrates dengan Para Pemikir Kritis di Era Modern?

Dalam pandangan kaum Sofis, kebenaran adalah sesuatu yang bisa dibentuk dan dimanipulasi. Mereka lebih fokus pada seni berbicara dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain, tanpa terlalu mempedulikan apakah argumen tersebut benar atau tidak. Ini menjadikan mereka sering dianggap sebagai manipulatif, karena tujuan mereka bukanlah mencari kebenaran, melainkan memenangkan argumen dan meraih keuntungan.

Sebaliknya, Socrates mengajarkan bahwa kebijaksanaan datang dari pengakuan akan ketidaktahuan dan pencarian yang terus-menerus terhadap kebenaran yang lebih dalam. Socrates menekankan pentingnya dialog terbuka dan pertanyaan yang jujur dalam memahami dunia dan diri kita sendiri. Ia percaya bahwa kebijaksanaan sejati berasal dari kesediaan untuk terus belajar dan menguji pemahaman kita tentang dunia, bukan hanya mengikuti pendapat atau aturan yang sudah ada.

Halaman Selanjutnya
img_title