Warisan Stoisisme: Filosofi Kuno yang Tetap Relevan untuk Kehidupan Modern

Tokoh-tokoh Filsuf Stoicisme
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Pada tahun 399 SM, Socrates, salah satu filsuf paling penting dalam sejarah, dihukum mati atas tuduhan menghina dewa-dewa dan merusak moral kaum muda. Kematian tragisnya mengguncang dunia kuno dan memicu kelahiran berbagai aliran filsafat besar, termasuk Stoisisme. Filosofi ini, yang lahir di Yunani pada akhir abad ke-4 SM, berkembang pesat selama hampir lima abad dan akhirnya menyebar ke seluruh Kekaisaran Romawi.

"Kebahagiaan Hidupmu Bergantung pada Kualitas Pikiranmu: Pelajaran Abadi dari Marcus Aurelius"

Meski berasal dari dunia kuno, Stoisisme tetap relevan hingga hari ini. Dengan pendekatan yang praktis dan sederhana, filosofi ini menawarkan panduan hidup yang berfokus pada kebajikan, kebijaksanaan, dan ketahanan psikologis. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi bagaimana Stoisisme lahir, berkembang, dan tetap memberikan pelajaran yang berharga di era modern.

Awal Mula Stoisisme

Niccolò Machiavelli: “Seseorang yang Ingin Sukses Harus Belajar Bagaimana Tidak Selalu Menjadi Baik”

Stoisisme lahir dari semangat filsafat Yunani, yang mengutamakan pencarian kebijaksanaan dan kebahagiaan. Aliran ini didirikan oleh Zeno dari Citium, seorang pedagang asal Fenisia yang mengalami transformasi spiritual setelah membaca karya-karya filsafat. Ia memulai pengajarannya di Stoa Poikile, sebuah teras berpilar di Athena, yang kemudian menjadi asal nama Stoisisme.

Sejak awal, Stoisisme memiliki fokus unik dibandingkan dengan aliran filsafat lainnya seperti Platonisme, Aristotelianisme, atau Epikureanisme. Jika Platonisme dan Aristotelianisme lebih menekankan aspek metafisika dan logika, sementara Epikureanisme berfokus pada pencarian kenikmatan, Stoisisme menekankan praktik kehidupan nyata. Filosofi ini lebih mirip panduan psikologis untuk menjalani hidup dengan ketenangan, keberanian, dan kebajikan.

Niccolò Machiavelli: “Lebih Baik Ditakuti daripada Dicintai, Jika Tidak Dapat Memiliki Keduanya”

Kebajikan Sebagai Tujuan Utama

Inti dari Stoisisme adalah gagasan bahwa kebajikan (arete) adalah tujuan tertinggi dalam hidup. Kebajikan dalam Stoisisme tidak hanya berarti moralitas, tetapi juga keunggulan dalam bentuk kebijaksanaan, keadilan, keberanian, dan pengendalian diri. Stoisisme mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hanya dapat dicapai melalui pengembangan kebajikan ini.

Halaman Selanjutnya
img_title