Dialog Plato: Mengapa Diskusi di Masa Lalu Lebih Dalam daripada Media Sosial Hari Ini
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Dalam dunia digital yang serba cepat, media sosial menjadi platform utama untuk berdiskusi. Namun, apakah diskusi di media sosial saat ini sebanding dengan kedalaman dialog di masa Plato? Filsuf Yunani kuno ini memperkenalkan metode dialog yang berorientasi pada eksplorasi ide, argumen logis, dan pencarian kebenaran. Metode ini kontras dengan cara diskusi modern yang sering kali terbatas pada komentar singkat dan bias algoritma.
Kedalaman Dialog ala Plato
Dialog dalam karya Plato, seperti The Republic dan Phaedrus, menggambarkan percakapan antara Socrates dan berbagai tokoh mengenai isu-isu fundamental, seperti keadilan, cinta, dan pengetahuan. Dialog tersebut melibatkan proses bertanya dan menjawab secara mendalam, dengan tujuan mencari pemahaman yang lebih baik.
Plato percaya bahwa diskusi yang baik memerlukan waktu, refleksi, dan fokus. Tidak ada tempat untuk gangguan atau argumen dangkal. Ini sangat berbeda dengan diskusi di media sosial, yang sering kali dipengaruhi oleh emosi, misinformasi, atau keterbatasan karakter.
Media Sosial: Alat atau Hambatan Diskusi?
Media sosial menawarkan aksesibilitas dan kecepatan, tetapi sering kali kehilangan kualitas. Percakapan di platform seperti Twitter atau Facebook cenderung terfragmentasi. Orang lebih fokus pada reaksi emosional daripada analisis logis. Pola ini menciptakan "ruang gema," di mana orang hanya mendengar pendapat yang sesuai dengan pandangan mereka.
Salah satu tantangan terbesar adalah bias algoritma. Algoritma media sosial dirancang untuk meningkatkan keterlibatan, sering kali dengan mempromosikan konten kontroversial atau provokatif. Hal ini bertolak belakang dengan prinsip dialog Plato yang menekankan logika dan rasionalitas.