Mengungkap Strategi Kejeniusan Alexander Agung yang Menghancurkan Kekaisaran Persia

Julius Caesar di Tengah Pasukan
Sumber :
  • Handoko/Istimewa

Jakarta, WISATA - Kemenangan Alexander Agung atas Kekaisaran Persia adalah salah satu pencapaian militer terbesar dalam sejarah. Dalam usia muda, Alexander tidak hanya berhasil menguasai seluruh wilayah Yunani, tetapi juga menaklukkan salah satu kekaisaran paling kuat di dunia saat itu, Persia. Strategi-strategi cerdiknya dalam pertempuran, keberanian pasukannya, dan kepemimpinannya yang tak tertandingi telah menjadikan dirinya legenda yang dikenang hingga ribuan tahun kemudian.

Alexander Agung: Jenderal Terbesar Penakluk Dunia, Tak Terkalahkan

Kehidupan Awal Alexander dan Persiapan Menjadi Pemimpin

Alexander lahir pada tahun 356 SM di Pella, Makedonia. Ia adalah putra Raja Philip II, seorang pemimpin militer yang kuat yang menguasai Yunani melalui berbagai aliansi dan peperangan. Dari usia muda, Alexander dididik oleh Aristoteles, salah satu filsuf terbesar dalam sejarah, yang memberinya pendidikan tentang filsafat, seni, dan ilmu pengetahuan. Pendidikan ini kelak menjadi dasar kejeniusan strategi Alexander dalam merencanakan setiap pertempuran.

Bagaimana Alexander Agung Memanfaatkan Kecerdikan di Medan Perang

Pada usia 20 tahun, Alexander naik takhta setelah ayahnya dibunuh. Ia segera memulai langkah-langkah besar untuk menaklukkan dunia, dimulai dengan mengamankan kekuasaannya di Yunani dan melanjutkan ambisinya untuk menaklukkan Kekaisaran Persia, yang pada waktu itu dipimpin oleh Raja Darius III.

Strategi Kejeniusan dalam Pertempuran Granicus dan Issus

Alexander Agung: Apakah Ia Jenderal Terbesar Sepanjang Sejarah atau Sekadar Tiran Berdarah Dingin?

Pertempuran Granicus adalah awal dari serangan Alexander di Asia Kecil. Di sinilah dia memperlihatkan keahliannya dalam merencanakan strategi yang tepat. Menghadapi pasukan Persia yang lebih besar, Alexander menggunakan formasi "phalanx" yang terdiri dari barisan prajurit dengan perisai dan tombak panjang. Kekuatan phalanx dan kecepatan serangan kavaleri Makedonia membuat pasukan Persia kewalahan. Granicus menjadi titik balik yang membuka jalan Alexander ke jantung Persia.

Setelah Granicus, Alexander melanjutkan serangannya di Issus pada tahun 333 SM. Pertempuran ini menjadi salah satu pertempuran paling menentukan dalam karier militer Alexander. Meskipun jumlah pasukan Persia lebih besar, Alexander menggunakan medan perang yang sempit untuk mengimbangi keunggulan jumlah musuh. Di sini, ia secara langsung memimpin serangan kavaleri yang berhasil mengacaukan formasi Persia dan membuat Darius III melarikan diri dari medan perang.

Pertempuran Gaugamela: Mengalahkan Persia dengan Kecerdasan dan Taktik

Pertempuran Gaugamela pada tahun 331 SM adalah puncak dari kampanye Alexander melawan Persia. Dengan pasukan yang lebih kecil, Alexander sekali lagi berhasil memanfaatkan medan perang untuk keuntungannya. Darius III menggunakan pasukan besar dengan kereta berlapis baja dan gajah perang, namun Alexander menggunakan taktik "double envelopment" yang memungkinkan pasukannya mengepung dan memotong garis pertahanan Persia.

Kemenangan di Gaugamela menandai runtuhnya kekuatan Persia dan kemenangan besar bagi Alexander. Setelah itu, ia berhasil memasuki kota-kota besar seperti Babilonia dan Persepolis, pusat kekuasaan Persia. Dengan jatuhnya Persia, Alexander mencapai puncak kejayaannya sebagai penguasa seluruh Timur Dekat.

Warisan Alexander dalam Sejarah

Alexander dikenal bukan hanya karena kemenangan militernya, tetapi juga karena visinya untuk mempersatukan wilayah yang ia taklukkan. Ia mempromosikan pernikahan lintas budaya antara orang Yunani dan Persia, serta mendirikan kota-kota baru yang menyebarkan budaya Yunani. Salah satu warisannya yang paling terkenal adalah kota Alexandria di Mesir, yang menjadi pusat pembelajaran dan kebudayaan di dunia kuno.