Plato: Keadilan Jiwa, Keseimbangan Antara Akal, Emosi, dan Keinginan

Plato Fisuf Yunani Kuno
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Di dunia filsafat, Plato dikenal sebagai salah satu pemikir terbesar yang pernah hidup. Salah satu konsep mendalam yang ia ajarkan adalah bahwa "Keadilan dalam jiwa seseorang adalah keseimbangan antara akal, emosi, dan keinginan." Ungkapan ini tidak hanya mencerminkan pandangannya tentang bagaimana seseorang seharusnya mengatur kehidupan batinnya, tetapi juga menjadi landasan penting dalam membangun karakter dan moralitas yang ideal. Di era modern, konsep ini tetap relevan, terutama dalam menghadapi tantangan hidup yang semakin kompleks dan dinamis.

Kendalikan Respons Anda: Temukan Kekuatan Sejati melalui Kata-Kata Ryan Holiday

Makna Keadilan dalam Jiwa Menurut Plato

Dalam karyanya yang terkenal, The Republic, Plato menyatakan bahwa jiwa manusia terbagi menjadi tiga bagian utama: akal, emosi, dan keinginan.

  • Akal (Logos) merupakan aspek intelektual yang berfungsi untuk berpikir, menganalisis, dan memahami kebenaran.
  • Emosi (Thymos) adalah bagian jiwa yang mengatur perasaan, semangat, dan keberanian.
  • Keinginan (Epithymia) mencakup dorongan dan nafsu yang muncul dari kebutuhan fisik dan hasrat duniawi.
Mengendalikan Respons, Bukan Kejadian: Pelajaran Stoik dari Ryan Holiday

Plato berpendapat bahwa keadilan tercapai ketika ketiga bagian ini bekerja secara harmonis. Apabila akal mampu memimpin, emosi dan keinginan akan diatur agar tidak mengganggu keseimbangan, maka jiwa seseorang akan menjadi adil. Sebaliknya, jika salah satu bagian mendominasi secara berlebihan, maka muncul ketidakseimbangan yang berpotensi menimbulkan konflik internal dan berujung pada perilaku yang tidak etis.

Keseimbangan Jiwa dan Relevansinya di Era Modern

20 Filsuf yang Paling Berpengaruh di Dunia, Beserta Konsepsi Pemikirannya

Konsep keadilan dalam jiwa sebagai keseimbangan antara akal, emosi, dan keinginan menawarkan panduan praktis untuk menghadapi kehidupan sehari-hari. Di zaman yang serba cepat dan penuh tekanan ini, kita sering kali terjebak dalam konflik internal yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara aspek rasional dan emosional. Misalnya, keputusan impulsif yang diambil karena nafsu atau ketakutan bisa berakibat fatal dalam kehidupan pribadi dan profesional.

Halaman Selanjutnya
img_title