Mengapa Socrates Memilih Mati? Keputusan Terakhir yang Menggemparkan Dunia Filsafat
- Image Creator/Handoko
Malang, WISATA - Socrates, salah satu filsuf paling terkenal dalam sejarah, membuat keputusan yang tak terduga dan kontroversial ketika ia memilih untuk menerima hukuman mati daripada melarikan diri atau mengubah prinsip-prinsipnya. Peristiwa yang terjadi di Athena pada tahun 399 SM ini tidak hanya mengguncang masyarakat setempat, tetapi juga memberikan dampak mendalam pada sejarah filsafat dan etika. Dalam artikel ini, kita akan menggali mengapa Socrates memilih mati, keputusan yang tetap menggemparkan dan diperdebatkan hingga hari ini.
Socrates lahir sekitar tahun 470 SM di Athena, Yunani. Ia dikenal sebagai seorang filsuf yang memiliki metode pengajaran unik, yaitu bertanya kepada murid-muridnya untuk memunculkan jawaban-jawaban kritis melalui dialog. Metode ini kemudian dikenal sebagai metode Socratic dan menjadi dasar bagi pendidikan dan pemikiran kritis hingga saat ini.
Namun, ajaran dan pendekatan Socrates tidak selalu diterima dengan baik oleh masyarakat Athena. Gaya berpikirnya yang mempertanyakan segala sesuatu, termasuk keyakinan tradisional dan nilai-nilai moral yang telah mapan, sering kali dianggap mengganggu tatanan sosial. Hal ini membuat Socrates tidak populer di kalangan elit politik dan religius Athena.
Pada tahun 399 SM, Socrates dihadapkan pada pengadilan dengan tuduhan utama bahwa ia merusak moral generasi muda dan tidak mengakui dewa-dewa yang dianut oleh Athena. Tuduhan ini berasal dari ketidakpuasan dan ketakutan para pemimpin Athena terhadap pengaruh ajaran Socrates yang dianggap bisa merusak stabilitas politik dan sosial kota.
Pengadilan ini berlangsung di hadapan juri yang terdiri dari sekitar 500 warga Athena. Meskipun Socrates diberikan kesempatan untuk membela diri, ia tidak menunjukkan penyesalan atau berusaha membujuk juri untuk mengubah putusan mereka. Sebaliknya, ia dengan teguh mempertahankan pandangannya bahwa ia tidak bersalah dan bahwa ia hanya menjalankan tugasnya sebagai seorang filsuf yang mencari kebenaran.
Mengapa Socrates Memilih Mati?
Keputusan Socrates untuk menerima hukuman mati daripada melarikan diri atau bernegosiasi dengan pihak berwenang merupakan salah satu tindakan paling berani dalam sejarah filsafat. Ada beberapa alasan mengapa Socrates mengambil keputusan ini, yang semuanya mencerminkan keyakinan mendalamnya tentang moralitas, keadilan, dan tujuan hidup.
1. Kesetiaan pada Prinsip
Socrates adalah seorang filsuf yang hidup sesuai dengan ajarannya. Baginya, mengubah prinsip-prinsipnya demi menghindari hukuman mati adalah sebuah penghinaan terhadap pencarian kebenaran. Ia percaya bahwa seseorang harus menjalani hidup dengan integritas moral, dan melanggar keyakinannya sendiri untuk menyelamatkan diri akan berarti mengkhianati seluruh ajarannya.
Socrates berpendapat bahwa lebih baik mati dalam kebenaran daripada hidup dalam kepalsuan. Ia melihat bahwa ketakutan terhadap kematian tidak boleh mempengaruhi tindakan seseorang, terutama jika tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan etika yang diyakininya.
2. Kepercayaan pada Hukum dan Keadilan
Meskipun ia tidak setuju dengan keputusan pengadilan, Socrates menghormati hukum dan sistem keadilan yang ada di Athena. Ia percaya bahwa melarikan diri dari hukuman adalah tindakan yang tidak adil, karena hal itu akan merusak fondasi dari masyarakat yang berdasarkan hukum. Socrates yakin bahwa seorang warga negara yang baik harus menerima konsekuensi dari tindakan dan keyakinannya, bahkan jika hukum tersebut keliru dalam penilaiannya.
Ini menunjukkan komitmen Socrates terhadap konsep keadilan yang lebih besar daripada keadilan pribadi. Baginya, menerima hukuman mati adalah bentuk penghormatan terhadap hukum dan ketertiban, meskipun ia secara pribadi tidak sependapat dengan putusan tersebut.
3. Pandangan tentang Kematian
Socrates memiliki pandangan yang berbeda tentang kematian dibandingkan kebanyakan orang pada masanya. Dalam dialog Apologia yang dicatat oleh Plato, Socrates menyatakan bahwa ia tidak takut pada kematian karena ia tidak tahu apa yang akan terjadi setelahnya. Baginya, kematian mungkin merupakan tidur yang abadi, atau mungkin merupakan perjalanan menuju dunia lain di mana ia bisa bertemu dengan jiwa-jiwa yang bijaksana.
Bagi Socrates, kematian bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, tetapi sebuah transisi alami dalam kehidupan. Ia percaya bahwa jiwa adalah abadi, dan bahwa kematian hanya akan membebaskannya dari tubuh dan memberikannya kesempatan untuk mencapai kebijaksanaan yang lebih tinggi.
Proses Eksekusi
Setelah vonis dijatuhkan, Socrates diberi kesempatan untuk melarikan diri oleh teman-teman dan murid-muridnya. Namun, ia menolak tawaran ini. Dalam dialog Crito, Socrates menjelaskan kepada temannya Crito bahwa melarikan diri akan bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan yang ia pegang. Ia lebih memilih untuk menerima hukuman daripada hidup dalam ketidakadilan.
Akhirnya, Socrates dijatuhi hukuman mati dengan meminum racun hemlock. Menurut kesaksian Plato dalam dialog Phaedo, Socrates menerima hukuman itu dengan tenang. Ia bahkan menghabiskan waktu terakhirnya berdiskusi tentang keabadian jiwa dengan murid-muridnya sebelum meminum racun tersebut. Kematiannya menjadi contoh yang abadi tentang keberanian dalam menghadapi kebenaran dan konsekuensi dari keyakinan yang teguh.
Warisan Socrates
Keputusan Socrates untuk memilih mati daripada mengingkari prinsip-prinsipnya meninggalkan warisan yang luar biasa bagi filsafat dan pemikiran manusia. Melalui pengadilan dan kematiannya, Socrates mengajarkan dunia tentang pentingnya moralitas, integritas, dan kebebasan berpikir.
Murid-murid Socrates, terutama Plato, mendokumentasikan ajarannya dan melestarikan warisannya bagi generasi-generasi berikutnya. Plato, melalui dialog-dialognya, memastikan bahwa ajaran Socrates tetap hidup dan mempengaruhi pemikiran Barat selama berabad-abad. Kematian Socrates menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan perwujudan dari keberanian moral yang tak tertandingi.
Socrates mungkin telah meninggalkan dunia ini melalui kematian, tetapi ajarannya tetap hidup. Keberanian dan keteguhan hatinya dalam mempertahankan prinsip-prinsip moral telah menginspirasi generasi demi generasi untuk terus mencari kebenaran dan kebijaksanaan, bahkan dalam menghadapi tantangan terbesar.
Mengapa Socrates memilih mati? Jawabannya terletak pada keyakinannya yang teguh terhadap prinsip-prinsip moral dan etika yang ia pegang erat sepanjang hidupnya. Ia menolak untuk berkompromi dengan keyakinannya demi keselamatan pribadinya dan menunjukkan kepada dunia bahwa kebenaran dan keadilan lebih penting daripada kehidupan itu sendiri. Keputusan ini tidak hanya menggemparkan dunia filsafat pada masanya, tetapi juga memberikan pelajaran berharga tentang keberanian dan integritas bagi kita semua.