Pengadilan dan Kematian Socrates: Sebuah Kisah Tentang Keberanian Menghadapi Kebenaran

Suasana Penjara Socrates Jelang Hukuman Mati
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Malang, WISATA - Socrates, seorang filsuf legendaris dari Yunani kuno, merupakan salah satu tokoh terbesar yang telah membentuk dasar-dasar pemikiran Barat. Namun, hidupnya berakhir tragis dengan sebuah pengadilan yang kontroversial di Athena pada tahun 399 SM. Kematian Socrates bukan hanya akhir dari kehidupan seorang filsuf, tetapi juga menjadi simbol dari keberanian untuk mempertahankan kebenaran dan keyakinan, bahkan ketika harus membayar harga tertinggi, yaitu nyawa. Artikel ini akan mengulas pengadilan dan kematian Socrates, serta bagaimana peristiwa tersebut tetap relevan hingga kini.

Thales dari Miletus: Pelopor Sains dan Filosofi Barat

Latar Belakang Sosial dan Politik Athena

Untuk memahami pengadilan Socrates, kita harus melihat situasi politik dan sosial di Athena pada abad ke-5 SM. Athena saat itu merupakan pusat kebudayaan dan demokrasi di dunia Yunani. Namun, kota tersebut juga baru saja keluar dari Perang Peloponnesos yang berkepanjangan melawan Sparta, yang membawa dampak besar pada kondisi politik dan sosial Athena. Kekalahan Athena dalam perang ini menyebabkan ketidakstabilan politik, kemerosotan moral, dan perubahan sosial yang mendalam.

Pelajaran Abadi tentang Etika dan Moral dari Plato yang Masih Berlaku di Zaman Ini

Setelah perang, Athena mengalami periode kekuasaan tirani yang singkat sebelum kembali ke bentuk demokrasi yang lebih lemah. Dalam kondisi yang tidak menentu ini, ketegangan di antara berbagai kelompok politik dan intelektual semakin meningkat. Masyarakat mulai mencari kambing hitam atas kemerosotan tersebut, dan beberapa orang melihat Socrates sebagai ancaman terhadap stabilitas sosial dan moral kota.

Tuduhan Terhadap Socrates

“Hanya Mereka yang Bersedia Menanggung Risiko Kehidupan yang Benar-benar Hidup” – Plato

Socrates diadili atas dua tuduhan utama: pertama, bahwa ia merusak moral generasi muda Athena; dan kedua, bahwa ia tidak mengakui dewa-dewa resmi Athena serta memperkenalkan dewa-dewa baru. Tuduhan ini tidak hanya memiliki konotasi moral, tetapi juga politis, karena Socrates dianggap sebagai tokoh yang kontroversial dalam masyarakat yang sedang berjuang untuk pulih dari kehancuran perang.

Melalui ajarannya, Socrates mendorong orang untuk mempertanyakan norma-norma dan nilai-nilai yang telah diterima oleh masyarakat secara umum. Ia sering menggunakan metode dialektika yang dikenal sebagai metode Socratic, di mana ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis yang membuat lawan bicaranya mempertanyakan keyakinan mereka sendiri. Meskipun metode ini dimaksudkan untuk menemukan kebenaran, bagi banyak elit politik Athena, ajaran Socrates dianggap mengganggu stabilitas sosial dan mengancam tatanan politik yang ada.

Halaman Selanjutnya
img_title