Sosrokartono "Luwih Becik Mati Ngadeg Tinimbang Urip Nglungkuk", Ini Maknanya

Sosrokartono
Sumber :
  • Pustaka

Jakarta, WISATA – Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, kutipan "Luwih Becik Mati Ngadeg Tinimbang Urip Nglungkuk", artinyaLebih baik mati berdiri daripada hidup berlutut dari Sosrokartono, seorang jurnalis dan pejuang kemerdekaan Indonesia, masih menggema dengan relevansi yang tak lekang oleh waktu. Kata-kata inspiratif ini merangkum semangat juang dan keberanian yang tak tergoyahkan, sebuah prinsip yang patut diteladani dalam menghadapi berbagai rintangan dan penindasan.

Seneca: "Hidup itu pendek, tetapi cukup panjang jika kita menghabiskannya dengan bijaksana."

Raden Mas Panji Sosrokartono, lahir di Jepara pada 10 April 1877, merupakan kakak kandung Raden Adjeng Kartini, pahlawan emansipasi wanita. Sosrokartono dikenal sebagai jurnalis yang berani dan kritis terhadap pemerintahan kolonial Belanda. Ia menuangkan kritiknya melalui berbagai artikel di surat kabar seperti De Locomotief, Bataviaasch Nieuwsblad, dan Oetoesan Hindia.

Sosrokartono tak hanya aktif di dunia jurnalisme, tetapi juga terlibat dalam berbagai organisasi pergerakan nasional, seperti Sarekat Islam dan Partai Nasional Indonesia (PNI). Ia turut menyuarakan aspirasi rakyat dan menentang penjajahan Belanda dengan penuh semangat.

Seneca: "Menghabiskan waktu di sini lebih sering terjadi daripada memilihnya."

Kutipan "Lebih baik mati berdiri daripada hidup berlutut" merupakan refleksi dari keyakinan Sosrokartono akan harga diri dan kemerdekaan. Mati berdiri melambangkan perlawanan dan keteguhan prinsip, sedangkan hidup berlutut diibaratkan sebagai kepasrahan dan penindasan. Sosrokartono ingin menekankan bahwa hidup tanpa kemerdekaan dan harga diri sama dengan kematian.

Kutipan ini bukan hanya ajakan untuk berani mati dalam pertempuran, tetapi juga semangat untuk melawan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan. Sosrokartono mendorong rakyat untuk teguh dalam pendiriannya, pantang menyerah, dan berani memperjuangkan haknya.

Seneca: Menghargai Kehidupan dengan Hidup Sesuai Alaminya

Meskipun Indonesia telah merdeka, semangat yang terkandung dalam kutipan Sosrokartono masih relevan di era modern. Kita dihadapkan pada berbagai tantangan baru, seperti korupsi, ketidakadilan sosial, dan diskriminasi. Semangat "Lebih baik mati berdiri daripada hidup berlutut" dapat menjadi pendorong untuk melawan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan.

Sosrokartono telah meninggalkan warisan yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia. Kutipannya "Lebih baik mati berdiri daripada hidup berlutut" merupakan pengingat bagi kita untuk selalu menjunjung tinggi harga diri, kemerdekaan, dan keadilan. Semangatnya akan terus menginspirasi generasi penerus untuk terus berjuang demi masa depan yang lebih baik.