Dua Masalah Utama Pajak Indonesia: Kepatuhan Rendah dan Kebijakan yang Kurang Optimal
- Blog. Bibit,Id
Jakarta, WISATA - Artikel ini ditulis berdasarkan dokumen "Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia". Dokumen ini merupakan analisis dari The World Bank yang mengkaji selisih (gap) antara pendapatan pajak yang seharusnya diperoleh secara teoretis (Notional Ideal Revenue, NIR) dengan pendapatan aktual yang terkumpul dari dua instrumen pajak utama di Indonesia, yakni Value Added Tax (VAT) dan Corporate Income Tax (CIT). Studi ini dilakukan untuk periode 2016–2021 dengan menggunakan pendekatan top-down berbasis data dari neraca nasional. Artikel ini merupakan artikel ketiga dari enam artikel yang akan disajikan secara bersambung.
Mengungkap Dua Masalah Utama dalam Sistem Perpajakan Indonesia
Sistem perpajakan di Indonesia memiliki potensi besar untuk mendukung pembangunan nasional. Namun, realitas menunjukkan bahwa terdapat dua masalah utama yang menghambat optimalisasi penerimaan pajak, yaitu kepatuhan yang rendah dan kebijakan yang kurang optimal. Dua faktor inilah yang menyebabkan perbedaan antara pendapatan pajak teoretis dengan realisasi aktual, sehingga mengakibatkan hilangnya potensi pendapatan negara.
1. Kepatuhan Pajak yang Rendah
Kepatuhan pajak mencerminkan seberapa besar tingkat partisipasi wajib pajak—baik individu maupun perusahaan—dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Sayangnya, dalam banyak kasus, tingkat kepatuhan ini masih rendah. Beberapa faktor penyebabnya meliputi:
- Kurangnya Kesadaran dan Edukasi: Banyak wajib pajak belum sepenuhnya memahami pentingnya membayar pajak bagi pembangunan negara. Minimnya informasi dan sosialisasi tentang manfaat pajak menjadi salah satu akar permasalahan.
- Sistem Administrasi yang Belum Optimal: Prosedur pelaporan dan pembayaran pajak yang rumit serta birokrasi yang berbelit-belit turut menyebabkan ketidakpatuhan. Hal ini diperparah oleh keterbatasan penggunaan teknologi informasi dalam sistem perpajakan.
- Insentif untuk Menghindari Pajak: Di beberapa sektor, terdapat celah hukum yang memberikan peluang bagi wajib pajak untuk melakukan penghindaran pajak. Misalnya, adanya ambang batas tertentu yang membuat banyak usaha kecil tidak terjangkau oleh sistem pajak formal.
Akibatnya, masalah kepatuhan pajak yang rendah ini berdampak langsung pada rendahnya penerimaan pajak, di mana negara kehilangan potensi pendapatan yang sangat besar. Laporan dari The World Bank menunjukkan bahwa ketidakpatuhan merupakan kontributor utama dari gap pajak di Indonesia.
2. Kebijakan Perpajakan yang Kurang Optimal
Masalah kedua yang tidak kalah penting adalah kebijakan perpajakan yang belum sepenuhnya optimal. Kebijakan yang dimaksud mencakup aturan, tarif, serta pengecualian pajak yang diterapkan. Beberapa hal yang menjadi kendala dalam kebijakan perpajakan adalah:
- Ambang Batas Pendaftaran yang Tinggi: Misalnya, dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN), ambang batas pendaftaran yang ditetapkan relatif tinggi (IDR 4,8 miliar) menyebabkan banyak usaha kecil dan menengah tidak wajib terdaftar. Hal ini menyisakan potensi pajak yang hilang.
- Pengecualian dan Tarif yang Tidak Efektif: Kebijakan pengecualian pada beberapa jenis barang dan jasa, meskipun bertujuan untuk meringankan beban masyarakat, justru membuka celah bagi penghindaran pajak. Tarif pajak yang tidak bersaing dengan negara lain juga mengurangi insentif wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya.
- Kurangnya Evaluasi dan Penyesuaian Kebijakan: Perubahan dinamika ekonomi memerlukan penyesuaian kebijakan yang responsif. Sayangnya, kebijakan yang ada seringkali tidak mengikuti perkembangan tersebut sehingga mengakibatkan ketidakefisienan dalam pengumpulan pajak.
Kebijakan perpajakan yang kurang optimal inilah yang turut menyumbang pada gap pendapatan pajak, di mana potensi pendapatan yang seharusnya diperoleh tidak terealisasi secara maksimal.
Menyongsong Solusi: Menuju Sistem Perpajakan yang Lebih Baik
Mengatasi dua masalah utama ini membutuhkan langkah strategis dari pemerintah dan semua pemangku kepentingan. Beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain:
- Peningkatan Edukasi dan Sosialisasi Pajak: Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pentingnya pajak untuk pembangunan dan kesejahteraan bersama.
- Reformasi Administrasi Pajak: Simplifikasi prosedur pelaporan dan pembayaran serta pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan akurasi dan efisiensi sistem perpajakan.
- Peninjauan Kembali Kebijakan Pajak: Evaluasi ambang batas, tarif, dan pengecualian pajak agar lebih inklusif dan responsif terhadap perubahan kondisi ekonomi, serta penutupan celah hukum yang memungkinkan penghindaran pajak.
Dengan sinergi antara peningkatan kepatuhan dan perbaikan kebijakan, diharapkan Indonesia dapat mengoptimalkan potensi pendapatan pajaknya, sehingga dapat mendukung pembangunan nasional secara lebih efektif.
Kesimpulan
Kedua masalah utama—kepatuhan pajak yang rendah dan kebijakan perpajakan yang kurang optimal—merupakan hambatan besar dalam pengumpulan pajak di Indonesia. Mengatasi kedua masalah tersebut adalah kunci untuk mengoptimalkan penerimaan negara dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pada artikel selanjutnya, kita akan mengupas lebih mendalam mengenai peran teknologi dan inovasi dalam meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia.