Jalan Menuju Pertumbuhan Ekonomi 8%: Tantangan dan Peluang
- Kemenko perekonomian
Jakarta, WISATA - Indonesia menetapkan target ambisius untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada tahun 2028-2029, sebuah visi besar yang memerlukan kerja keras dan strategi yang matang. Target ini didorong oleh sejarah pertumbuhan ekonomi di tahun 1995, ketika Indonesia berhasil mencapai 8,2% melalui kontribusi beberapa sektor kunci seperti manufaktur, industri otomotif, konstruksi, dan investasi.
Dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di Sentul, Bogor, pada Kamis (7/11), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa sektor konsumsi, investasi, dan ekspor akan menjadi pilar utama dalam mewujudkan target ini. “Kalau permintaan Presiden untuk tumbuh 8 persen, itu mungkin. Kita pernah mencapainya,” ungkap Airlangga, sembari menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk mempertahankan pertumbuhan di sektor-sektor yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.
Strategi Pertumbuhan melalui Hilirisasi dan Energi Hijau
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah berfokus pada beberapa sektor utama, termasuk hilirisasi sumber daya alam, ekonomi digital, dan energi hijau. Pemerintah berharap transisi ke energi hijau akan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih berkelanjutan sekaligus menjadikannya sebagai salah satu produsen energi hijau terbesar dunia.
Selain itu, sektor ekonomi baru seperti semikonduktor juga menjadi perhatian untuk memenuhi kebutuhan teknologi di masa depan. Sektor ini diharapkan mampu berkontribusi signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia menuju angka 8% dalam beberapa tahun mendatang.
Potensi Daerah dan Pertumbuhan di Provinsi
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia tumbuh 4,95% pada Triwulan III-2024, dengan Jawa memberikan kontribusi tertinggi sebesar 56,84% melalui sektor industri pengolahan, perdagangan, dan konstruksi. Di luar Jawa, sebanyak 15 provinsi mengalami pertumbuhan di atas rata-rata nasional. Papua Barat, dengan pertumbuhan sebesar 19,56%, dan Sulawesi Tengah dengan 9,08% adalah contoh provinsi yang menikmati dampak positif dari hilirisasi dan pertambangan.
Menko Airlangga menyatakan bahwa industrialisasi dan hilirisasi di berbagai daerah akan memperkuat fondasi ekonomi nasional dan mengurangi ketimpangan antar wilayah. “Ini bukti bahwa industrialisasi dan hilirisasi dapat menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujarnya.
Tantangan Distribusi Pendapatan di Indonesia
Meskipun banyak daerah yang mengalami pertumbuhan pesat, ketimpangan pendapatan antar daerah masih menjadi tantangan. Berdasarkan data, pendapatan rata-rata 10 kabupaten/kota tertinggi mencapai USD33.267, sementara di daerah terendah hanya sekitar USD658. Pemerintah menyadari bahwa distribusi ekonomi yang merata menjadi kunci agar semua wilayah di Indonesia bisa merasakan manfaat dari pertumbuhan ini.
Kebijakan Menjaga Stabilitas Ekonomi
Untuk menjaga stabilitas ekonomi, pemerintah juga meminta pemerintah daerah mengendalikan inflasi pangan agar tetap di bawah 5% pada tahun 2024. Menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN), pemerintah daerah diimbau untuk mengantisipasi potensi kenaikan harga pangan yang dapat memicu inflasi.
Menko Airlangga menyampaikan pentingnya kebijakan dalam menurunkan ICOR, memperbaiki akses dan konektivitas infrastruktur, serta menyediakan pendidikan vokasi. Langkah-langkah ini bertujuan agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya tercapai, tetapi juga berkelanjutan dan berkualitas.
Pemberdayaan UMKM Melalui Kredit Usaha Rakyat
Salah satu strategi penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di tingkat daerah adalah melalui pemberdayaan UMKM. Menko Airlangga mengingatkan pemerintah daerah untuk mendorong UMKM dengan memanfaatkan program kredit usaha rakyat (KUR) agar usaha kecil dapat memiliki akses yang lebih baik terhadap pembiayaan. “UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia, dan peran pemerintah daerah sangat penting dalam memberdayakan sektor ini,” ujar Menko Airlangga.