Dunia Menyikapi Hacker dengan Cara Berbeda: Dari Hukuman Berat hingga Penghargaan, Indonesia ?

Hacker (ilustrasi)
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Di dunia teknologi, peretas atau hacker menjadi fenomena yang kerap menuai kontroversi. Di satu sisi, mereka bisa menjadi ancaman bagi keamanan nasional. Di sisi lain, mereka juga bisa menjadi aset berharga bagi sebuah negara. Setiap negara memiliki cara yang berbeda dalam menangani hacker, tergantung pada kebijakan keamanan siber dan hukum yang berlaku. Artikel ini akan mengupas bagaimana berbagai negara memperlakukan hacker, dari yang menghukum keras hingga yang memberikan penghargaan.

Trump Umumkan Elon Musk dan Vivek Ramaswamy Pimpin 'Proyek Manhattan' Baru untuk Reformasi Birokrasi

Amerika Serikat: Penghargaan bagi Hacker Etis, Hukuman bagi Cybercriminal

Amerika Serikat memiliki pendekatan yang berimbang dalam menangani hacker. Di satu sisi, negara ini sangat menghargai peretas etis yang membantu memperbaiki kelemahan sistem keamanan. Banyak perusahaan di AS yang menjalankan program bug bounty untuk mencari celah keamanan dengan bantuan hacker. Perusahaan besar seperti Google, Facebook, dan Apple memberikan imbalan yang besar kepada peretas yang mampu menemukan kerentanan di platform mereka.

Begini Cara China dan Amerika Serikat Lindungi Negara dari Ancaman Serangan Cyber

Namun, bagi hacker yang melakukan aktivitas ilegal, Amerika Serikat memberlakukan hukuman yang sangat ketat. Undang-undang seperti Computer Fraud and Abuse Act (CFAA) menetapkan hukuman penjara bagi mereka yang melakukan peretasan tanpa izin. AS juga memiliki FBI Cyber Task Force, tim khusus yang bertugas menangani ancaman siber dan mengidentifikasi hacker yang melakukan kejahatan digital.

Rusia: Hacker sebagai Alat Negara

Negara-Negara dengan Jumlah Hacker Terbanyak di Dunia: Apakah Indonesia Masuk Daftar?

Di Rusia, beberapa kelompok peretas bekerja sama dengan pemerintah untuk melindungi dan mempertahankan kepentingan nasional. Fancy Bear dan Cozy Bear, dua kelompok hacker terkenal asal Rusia, kerap kali disebut-sebut terlibat dalam spionase internasional. Meskipun aktivitas ini dipandang sebagai ancaman oleh negara-negara lain, pemerintah Rusia melihat hacker sebagai aset strategis.

Namun, tidak semua hacker di Rusia beroperasi di bawah arahan pemerintah. Banyak hacker independen yang terlibat dalam kejahatan siber dan sering kali sulit dijerat hukum karena mereka mampu menyembunyikan identitas dan lokasi mereka dengan sangat baik.

China: Kontrol Ketat dan Penghargaan bagi Hacker Nasional

China memandang hacker sebagai bagian integral dari strategi keamanan siber nasional. Negara ini menerapkan pengawasan ketat terhadap hacker domestik, tetapi juga sering memberikan penghargaan bagi mereka yang bekerja untuk melindungi jaringan dalam negeri. Unit 61398, salah satu unit hacker pemerintah China, bertanggung jawab dalam menangani ancaman siber asing dan melindungi data nasional.

Di China, hacker yang terlibat dalam aktivitas merugikan negara lain jarang sekali mendapat sanksi, selama aktivitas mereka tidak merugikan kepentingan nasional. Sebaliknya, mereka seringkali diberdayakan untuk melindungi data penting dan jaringan negara.

Indonesia: Antara Hukuman dan Program Pembinaan

Indonesia memiliki pendekatan berbeda dalam menangani hacker. Pemerintah Indonesia melalui Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mulai menggalakkan program edukasi untuk para hacker muda, termasuk memberikan pelatihan dan insentif bagi peretas etis. Program Bug Bounty juga mulai diimplementasikan di beberapa instansi pemerintah dan perusahaan swasta sebagai langkah untuk memperbaiki keamanan sistem.

Namun, Indonesia juga memiliki peraturan ketat terhadap hacker yang melakukan peretasan ilegal. Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di Indonesia mengatur sanksi bagi mereka yang terlibat dalam kejahatan siber dengan hukuman penjara yang cukup berat.

Perbedaan Cara Penanganan: Refleksi dari Kebijakan Siber Nasional

Perbedaan dalam cara negara menangani hacker mencerminkan bagaimana setiap negara melihat ancaman dan peluang dari dunia siber. Amerika Serikat dan China lebih terbuka terhadap para hacker etis, sementara Rusia cenderung memanfaatkan hacker sebagai bagian dari strategi keamanan nasional. Indonesia sendiri masih dalam tahap pengembangan, namun terus berupaya untuk meningkatkan keamanan siber dengan cara yang lebih seimbang antara pembinaan dan penegakan hukum.