Era Baru Spionase Siber: Peran Peretas China dalam Pelanggaran Data Global

Hacker (ilustrasi)
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Era digital telah membawa akses yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap informasi, tetapi juga menciptakan kerentanan baru yang dieksploitasi secara global. Di antara pemain yang paling aktif di bidang ini adalah kelompok peretas China, yang keterlibatannya dalam beberapa pelanggaran data terbesar di dunia telah menimbulkan alarm di berbagai industri dan pemerintah. Artikel ini akan mengeksplorasi bagaimana peretas China memainkan peran penting dalam spionase siber modern dan dampak signifikan yang mereka timbulkan pada keamanan data global.

AI Generatif dan Masa Depan Telekomunikasi: Bagaimana Automasi Akan Mengubah Industri di Tahun 2025

Latar Belakang Sejarah Spionase Siber China

Spionase siber bukanlah fenomena baru, tetapi ruang lingkupnya telah berkembang secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Sejak awal 2000-an, kelompok peretas China telah berada di garis depan tren ini, menargetkan segala hal mulai dari lembaga pemerintah hingga perusahaan swasta. Salah satu contoh awal spionase siber China adalah serangan Titan Rain pada tahun 2003, di mana peretas China menyusup ke kontraktor pertahanan AS dan sistem pemerintah, mencuri data sensitif selama beberapa tahun.

Investasi Teknologi Telekomunikasi 2025: Peluang Besar di Era AI Generatif dan Jaringan 5G

APT1, sebuah kelompok yang terkait dengan militer China, dituduh berada di balik serangan ini. Menurut laporan dari perusahaan keamanan siber Mandiant, APT1 bertanggung jawab atas pencurian ratusan terabyte data dari setidaknya 141 organisasi di 20 industri besar.

Lanskap Modern Pelanggaran Data

Negara-Negara Penguasa Teknologi Global, Di Mana Posisi Indonesia?

Dalam dunia yang sangat terhubung saat ini, data telah menjadi salah satu sumber daya yang paling berharga, dan peretas China telah menyesuaikan taktik mereka sesuai dengan itu. Pelanggaran data kini menjadi target utama, dengan kelompok peretas menyusup ke jaringan untuk mencuri sejumlah besar informasi pribadi, finansial, dan korporat.

Pada tahun 2015, peretas China disalahkan atas pelanggaran Office of Personnel Management (OPM), yang mengungkapkan data pribadi lebih dari 21 juta pegawai federal AS, termasuk informasi pemeriksaan latar belakang yang sensitif. Serangan ini dipandang sebagai upaya strategis oleh China untuk mengumpulkan intelijen tentang personel pemerintah AS, termasuk mereka yang memiliki izin keamanan.

Cara Peretas China Beroperasi

Peretas China telah mengembangkan metode canggih untuk menyusup ke sistem, sering kali menggunakan zero-day exploits, kampanye phishing, dan serangan rantai pasokan. Salah satu strategi kunci mereka adalah ketekunan—setelah berada di dalam jaringan, mereka sering tetap tidak terdeteksi untuk jangka waktu yang lama, memungkinkan mereka untuk terus mengalirkan data tanpa tertangkap.

Kelompok seperti APT10 (juga dikenal sebagai Stone Panda) telah sangat efektif dalam melakukan serangan rantai pasokan. Mereka menargetkan penyedia layanan terkelola (MSP), yaitu perusahaan pihak ketiga yang mengelola infrastruktur TI untuk bisnis lain. Dengan mengkompromikan penyedia ini, APT10 dapat mengakses sistem beberapa perusahaan sekaligus, memaksimalkan jumlah data yang dapat mereka curi.

Target Utama: Teknologi, Kesehatan, dan Keuangan

Sektor teknologi, kesehatan, dan keuangan sering menjadi target spionase siber China. Pada tahun 2020, peretas China dituduh mencoba mencuri penelitian terkait vaksin COVID-19 dari perusahaan-perusahaan seperti Moderna dan Pfizer. Serangan semacam itu merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mendapatkan keuntungan kompetitif di industri-industri kunci.

Di sektor keuangan, kelompok peretas telah menyusup ke lembaga keuangan global, mengumpulkan data pelanggan dan informasi transaksi yang dapat digunakan untuk penipuan dan pencucian uang. Ancaman ini tidak hanya membahayakan perusahaan, tetapi juga menciptakan risiko bagi konsumen dan keamanan ekonomi global.

Respon Global dan Langkah-Langkah Keamanan

Di tengah meningkatnya ancaman, negara-negara di seluruh dunia mulai mengambil tindakan untuk melindungi data mereka. Pemerintah AS telah memperkuat regulasi keamanan siber, menempatkan lebih banyak tekanan pada perusahaan untuk meningkatkan langkah-langkah perlindungan mereka. Selain itu, NIST Cybersecurity Framework menjadi panduan bagi banyak organisasi dalam meningkatkan keamanan mereka.

Namun, tantangan tetap ada. Banyak perusahaan masih menggunakan praktik keamanan siber yang ketinggalan zaman, dan ketidakpastian dalam hukum siber internasional membuat penegakan hukum menjadi rumit. Kolaborasi internasional dalam keamanan siber menjadi penting untuk memerangi ancaman yang bersifat lintas negara.

Pelanggaran data global yang dilakukan oleh peretas China menandakan perlunya tindakan proaktif dan kolaborasi internasional dalam melawan ancaman siber. Dalam dunia yang semakin terhubung, spionase siber akan terus berkembang, dan strategi yang tepat diperlukan untuk melindungi data dan informasi yang berharga. Negara dan perusahaan harus berinvestasi dalam teknologi keamanan terbaru dan mendidik karyawan tentang praktik terbaik dalam keamanan siber untuk menghadapi tantangan ini.