Merenung tentang Kematian: Kunci Hidup Bermakna Menurut Massimo Pigliucci

Massimo Pigliucci
Massimo Pigliucci
Sumber :
  • Cuplikan layar

Dalam konteks modern, Pigliucci mengajak kita untuk menjadikan perenungan tentang kematian sebagai penuntun etika. Ia menyebut bahwa jika kita mengingat bahwa suatu saat kita dan orang yang kita cintai akan tiada, kita akan lebih sabar, lebih pengertian, dan lebih berani menyatakan kasih sayang.

Menghadapi Kematian dengan Pikiran Jernih

Dalam ceramahnya di berbagai forum filsafat dan etika publik, Pigliucci menegaskan bahwa tidak ada gunanya memungkiri kematian. Sebaliknya, kita harus mempersiapkan diri secara mental dan spiritual. “Menolak kenyataan akan membuat kita lebih takut, bukan lebih kuat,” tegasnya.

Ia menyarankan agar kita sesekali berhenti sejenak, mengamati hidup, dan bertanya, “Jika saya meninggal malam ini, apakah hidup saya sudah dijalani dengan layak?” Pertanyaan ini, kata Pigliucci, dapat memandu kita untuk membuat keputusan lebih bijak, menyederhanakan prioritas, dan membebaskan diri dari kekhawatiran remeh.

Kematian Mengajarkan Kita untuk Hidup

Pigliucci menolak gagasan bahwa filsafat hanyalah aktivitas akademis. Ia lebih melihatnya sebagai alat hidup. Dengan merenung tentang kematian, kita menjadi lebih sadar bahwa waktu adalah sumber daya paling langka dan tak tergantikan. Maka, setiap detik menjadi berharga. Kita akan lebih memilih kualitas dalam hubungan daripada kuantitas, lebih memilih kejujuran daripada pencitraan, dan lebih memilih tindakan bermakna daripada sekadar popularitas.

Ia juga mengajak generasi muda, khususnya milenial dan Gen Z, untuk tidak takut menghadapi topik ini. Menurutnya, budaya modern terlalu menekankan pada pencapaian eksternal, seolah-olah kita punya waktu tak terbatas. Merenung tentang kematian adalah cara untuk keluar dari jebakan ilusi itu.