Pigliucci: “Jangan Reaktif Terhadap Dunia, Reflektiflah”

Massimo Pigliucci
Massimo Pigliucci
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Jakarta, WISATA - Dalam dunia yang serba cepat, penuh notifikasi, dan dipenuhi desakan untuk segera merespons setiap rangsangan, kita kerap kali terjebak dalam pola hidup yang reaktif. Dari marah karena komentar di media sosial, frustrasi menghadapi kemacetan, hingga cemas karena perubahan mendadak dalam hidup—semuanya bisa memicu reaksi impulsif yang sering kali kita sesali belakangan. Massimo Pigliucci, filsuf kontemporer dan pengusung Stoisisme modern, memberikan pesan penting: “Jangan reaktif terhadap dunia, reflektiflah.”

Kutipan ini bukan sekadar nasihat motivasional. Ia berasal dari inti ajaran filsafat Stoik yang berakar pada kebijaksanaan Yunani kuno. Pigliucci, lewat karya-karyanya seperti How to Be a Stoic, menekankan bahwa kekuatan terbesar manusia bukanlah mengontrol dunia luar, tetapi mengendalikan cara kita meresponsnya.

Reaktif vs Reflektif: Perbedaan yang Menentukan

Menjadi reaktif berarti membiarkan emosi dan dorongan instan menentukan tindakan kita. Seseorang memotong antrian? Kita langsung marah. Bos mengirim email bernada keras? Kita segera merasa diserang. Semua ini menunjukkan ketergantungan kita pada dunia luar untuk menentukan suasana batin.

Sebaliknya, menjadi reflektif adalah mengambil jeda—sejenak merenung sebelum merespons. Ini bukan pasif atau lemah, melainkan bentuk keberanian dan kendali diri yang tinggi. Refleksi memungkinkan kita bertindak berdasarkan nilai dan kebijaksanaan, bukan dorongan sesaat.

Menurut Pigliucci, reaktivitas adalah sumber penderitaan batin, sementara refleksi adalah jalan menuju kebebasan dan ketenangan.

Latihan Mental Stoik untuk Menjadi Reflektif