Pengusaha dalam Parlemen: Regulasi untuk Keuntungan Pribadi, Rakyat Dilupakan?
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Dalam beberapa tahun terakhir, peran parlemen di Indonesia terus dipertanyakan. Tidak hanya karena kebijakan-kebijakan yang dianggap kurang berpihak kepada rakyat, tetapi juga karena semakin meningkatnya jumlah pengusaha yang duduk di kursi parlemen. Berdasarkan data yang dirilis oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), jumlah anggota parlemen yang berlatar belakang pengusaha terus bertambah, dan ini menimbulkan kekhawatiran tentang adanya konflik kepentingan yang semakin merajalela.Politisi Pebisnis
Seharusnya, parlemen berfungsi sebagai lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan serta merumuskan regulasi yang berpihak pada kepentingan umum. Namun, kondisi yang terjadi saat ini justru menunjukkan sebaliknya. Banyak anggota parlemen yang justru menggunakan posisinya untuk melindungi dan memperluas jaringan bisnisnya. Mereka terlibat dalam proses pembuatan undang-undang dan kebijakan yang, secara tidak langsung, menguntungkan kepentingan pribadi atau kelompoknya. Fenomena ini kerap disebut sebagai "kapitalisme semu," di mana para pengusaha menggunakan kekuasaan politik untuk memperkaya diri mereka.
Pengusaha dan Politik: Bermain di Dua Kaki
Fenomena “bermain di dua kaki” ini bukanlah hal baru di Indonesia. Sejak era Orde Baru, praktik pengusaha yang merangkap sebagai politisi atau sebaliknya, sudah menjadi hal yang lazim. Namun, setelah Reformasi 1998, di mana demokrasi Indonesia berkembang dengan lebih bebas, praktik ini justru semakin mengakar. Jumlah pengusaha yang terjun ke dunia politik terus meningkat, dan begitu pula sebaliknya—para politisi yang semakin aktif dalam dunia bisnis.
Yang menjadi permasalahan adalah, ketika seorang anggota parlemen memiliki kepentingan bisnis, mereka cenderung membuat regulasi yang lebih menguntungkan dunia usaha dibandingkan dengan kepentingan masyarakat luas. Banyak kebijakan yang justru memudahkan sektor-sektor tertentu, terutama yang berhubungan dengan perusahaan atau konglomerasi yang memiliki kedekatan dengan elit politik. Regulasi yang seharusnya melindungi masyarakat justru sering kali berujung pada melindungi kepentingan segelintir orang yang berkuasa.
Regulasi untuk Siapa?
Masalah utama yang muncul adalah pertanyaan: regulasi untuk siapa? Tentu saja, ketika seorang pengusaha memiliki posisi di parlemen, mereka akan memprioritaskan kepentingan bisnisnya. Ini bukan sekadar teori, melainkan sudah menjadi kenyataan yang dirasakan masyarakat.